BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

TRADISI MELAYAT MERUPAKAN Kebersamaan DAN PENGHORMATAN SEBAGAI MAHLUK SOSIAL.



SuaraIndonesia1.Com - Melayat merupakan tradisi yang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat. Pertama-tama, melayat membantu memperkuat kerukunan warga karena menunjukkan kepedulian dan empati antaranggota masyarakat terutama dalamkekeluargaan.


Ketika seseorang kehilangan anggota keluarganya, kehadiran tetangga dan rekan-rekan mereka dalam melayat merupakan dukungan nyata yang dapat membantu mengurangi beban kesedihan.



Bagi keluarga yang sedang berduka, melayat memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Kehadiran orang-orang yang peduli dapat memberikan ketenangan dan memperlihatkan bahwa keluarga yang sedang berduka tidak sendirian dalam menghadapi cobaan tersebut. 


Selain itu, melayat juga merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal, menunjukkan bahwa sang jenazah telah meninggalkan jejak positif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.


Dari segi kehidupan sosial kemasyarakatan, melayat merupakan waktu dimana orang-orang berkumpul dan saling berkunjung untuk menyampaikan rasa simpati dan solidaritas. Hal ini memperkuat ikatan sosial antarwarga dalam komunitas tersebut. Melayat juga dapat menjadi waktu yang tepat untuk mempererat hubungan antarwarga dan memperkuat jaringan sosial dalam masyarakat.


Bagi sang jenazah, melayat merupakan tanda penghormatan terakhir yang diberikan oleh masyarakat. Kehadiran orang-orang yang melayat memperlihatkan bahwa kehidupan sang jenazah telah memberikan dampak yang signifikan bagi banyak orang. Hal ini dapat memberikan penghiburan dan pengakuan atas jasa-jasa yang telah diberikan serta mendoakan jenazah.


Dalam potret menggambarkan kondisi saat sejumlah media Forjis pada Sabtu 4 Desember 2025 sekitar pukul 12:21 WITA  melayat sebagai wujud makhluk sosial terhadap sang senior Paulus Lete Boro ( Alm ) dalam dunia jurnalis dan juga beliau sebagai perintis pertama koran Sumba Pos ( senior menulis filsafat ).


Sesuai penjelasan Paulus Malo Ngongo  yang adalah staf pertama dari Paulus Lete Boro Kepada sejumlah media, bahwa dalam pergumulan di Dunia jurnalis bersama dengan  Paulus Lete Boro atau sang senior, ia menyebutkan kalau banyak saja persoalan kala itu di tahun 1998  yang kami hadapi.


Beberapa kasus tersebut yang di anggap urjen, saya sudah orangnya yang dipercayakan untuk melakukan pendalaman kasus, sebut Paul M Ngongo kepada sejumlah media Forjis.


Menurutnya, awal bergabung dan diangkat sebagai staf media Sumba Pos kemudian menjadi pimpinan perusahaan, di tahun 1989, ujarnya.


Ketika koran kami kala itu terbit, banyak yang gelisah . karena sang senior ini dalam menulis tidak pernah membedakan kasus, sehingga kala itu banyak orang yang gelisah dan saya bergabung dengan Pak Paulus Lete Boro selama 4 Tahun, sebutnya.


Dan untuk seantero Sumba kata Paul M.Ngongo, hanya Sumba pos kala itu dan kemudian kala itu muncul Koran SABANA dan Setelah itu saya masih bergabung di media Einstain,ujar.


Ditambahkan kalau beliau itu kebanyak praktek lapangan, teori kurang dan beliau ( Alm ) boros orangnya, terang Paul yang tenar dipanggil bapak Pote.


Yosefina Adiyanti Lete Boro, saat dimintai keterangan oleh sejumlah media Forjis mengatakan bahwa ( Alm ) Paulus Lete Boro, awalnya hanya mengalami luka di kaki, kemudian muncul bisul di bawah dagu.


Dari kedua luka tersebut, bapak masuk rumah sakit Reda Bolo untuk mendapat perawatan insentif medis, tetapi kesehatannya tidak tertolong karena Diabetes tinggih, ujarnya menutupi.


**** Eman Ledu ****

( SUARAINDONESIA1.COM ).

« PREV
NEXT »