Tembilahan – Suaraindonesia1, Penanganan kasus dugaan pemerasan dan penipuan yang menjerat dua rekan wartawan di Tembilahan terus menuai sorotan publik. Polemik muncul terkait apakah tindakan yang dilakukan wartawan tersebut tergolong pemerasan dan penipuan atau sekadar transaksi profesional antara kedua pihak, antara dedengkot pungli bernama Saruji dengan kedua wartawan itu. Terlebih, fakta lapangan menyebutkan adanya kesepakatan antara pihak pelapor, Saruji, dengan wartawan Mely dan Indra terkait publikasi berita berbayar tanpa unsur paksaan.
Meski jelas-jelas tidak terlihat unsur paksaan dan tipu-menipu dalam perkara itu, kedua wartawan tersebut tetap ditahan oleh pihak Polres Inhil. Penahanan ini menuai beragam reaksi, terutama dari rekan-rekan media yang mempertanyakan kesesuaian kasus tersebut dengan nota kesepahaman (MoU) antara Kapolri dan Dewan Pers, yang mengatur penanganan perkara wartawan dalam masalah pemberitaan. Berbagai pihak menyebut ini sebagai kriminalisasi terhadap pers, sementara pihak pelapor menganggap kasus ini merupakan pidana murni.
Advokat Maryanto, S.H. sebagai pengacara Saruji, yang merupakan Kepala SMPN 1 Tembilahan Hulu, mengatakan dirinya mendukung langkah Polres Inhil sebagai langkah yang sudah sesuai prosedur. Hal ini mendapat respon dari Advokat Andang Yudiantoro, S.H., M.H., pengacara yang mewakili salah satu wartawan dalam kasus kriminalisasi wartawan itu.
Pengacara senior Indragiri Hilir ini mengatakan bahwa komentar Maryanto hanya normatif belaka. Semestinya, kata Adang, Maryanto harus lebih fokus kepada alasan pelaporan oleh kliennya, Saruji, daripada ikut mengomentari tindakan aparat kepolisian.
“Pernyataan Maryanto itu normatif menurut saya, tidak ada yang luar biasa. Malah terkesan aneh karena dia adalah pengacara kepala sekolah (Saruji - red), bukan pihak kepolisian. Cukuplah Humas Polres atau Kasat Reskrim yang menjelaskan soal penegakan hukum di Polres,” ujar Andang yang direspon tawa beberapa wartawan yang tengah berbincang santai dengannya, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Andang menambahkan bahwa seharusnya Maryanto cukup menjelaskan alasan pelaporan kliennya beserta bukti dugaan pemerasan dan penipuan sesuai koridor hukum. “Jangan sok mau jadi pahlawan pihak kepolisian, karena polisi sudah punya mekanisme penjelasan sendiri," tambahnya.
Ketika ditanya apakah pernyataan Maryanto bermotif pencitraan, Andang berkomentar bahwa Maryanto justru terlihat seperti ingin menjadi pahlawan bagi polisi. "Ini istilahnya seperti ‘angkat telur’, terkesan Maryanto lebih ingin membela polisi daripada kliennya sendiri," pungkasnya sambil tertawa sinis.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik di Tembilahan, khususnya di kalangan media. Rasa penasaran akan fakta hukum yang melatarbelakangi penahanan wartawan tersebut terus berlanjut, menunggu proses hukum yang akan menetapkan kebenaran dari kedua belah pihak.
Sebagaimana ramai diberitakan sebelumnya, Saruji sebagai Kepala SMPN 1 Tembilahan Hulu, Indragiri Hilir, Riau, diduga kuat melakukan pungutan liar dengan modus menjual pakaian seragam sekolah kepada orang tua siswa seharga Rp. 850.000,- Fakta tersebut diberitakan oleh wartawan media online Borgolnews. Sang dedengkot pungli Tembilahan itu kemudian meminta wartawan dari media lainnya, Mely dan Indra, untuk membuat dan mempublikasikan berita bantahan, koreksi dan pelurusan berita di media masing-masing dengan biaya yang disepakati sebesar Rp. 5 juta. Konsep berita dibuat oleh kedua wartawan di depan Saruji, dan selanjutnya siap ditayangkan setelah mendapat persetujuan yang bersangkutan. Bahkan, Saruji juga mengirimkan foto dirinya melalui WA kepada Mely untuk kelengkapan penayangan berita bantahan itu.
Apesnya, setelah berita pesanan ditayangkan, si dedengkot pungli Saruji justru melaporkan kedua wartawan ini ke Polres Inhil. Nahas nian nasib keduanya, Kapolres Inhil AKBP Budi Setiawan ternyata 11-12 alias seiya-sekata dengan si Saruji yang kini menghadapi 3 laporan kasusnya, yakni kasus dugaan pungli ke Tim Saber Pungli, dugaan penggelapan dan pemerasan ke Kejari Inhil, dan dugaan Tindak Pidana Korupsi ke Unit Tipikor Polres Inhil. (TIM/Red)