Manado – Suaraindonesia1, Mantan terpidana kasus usance Letter of Credit (LC) dengan Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 Tbk, John Hamenda, menegaskan gugatannya terhadap bank milik pemerintah itu bukan bentuk pemerasan. Ini semata-mata untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran serta solusi atas penyitaan aset-aset miliknya.
Selain itu John juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang BNI beroperasi karena terindikasi telah merugikan konsumen (masyarakat - red), atau lembaga. Atas dasar itu Hamenda melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diduga dilakukan oleh BNI 46 dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Terkait dengan penyitaan aset, saya akan bermohon kepada OJK untuk menskors atau melarang sementara (suspend-red) BNI beroperasi. Alasan saya karena BNI 46 telah melakukan kejahatan perbankan. Selama 20 tahun saya berdiam diri. Saya akan melakukan langkah presuasif hingga ada penyelesaian dengan BNI 46,” ketus John.
Hamenda mengatakan, dirinya tidak tega melakukan gugatan atau menggunakan jasa OJK untuk ‘menghancurkan’ BNI 46. Namun karena selama ini BNI arogan, tidak merespons baik dan merasa tidak bersalah, dengan terpaksa upaya gugatan dilakukan untuk mendapatkan keadilan.
Itu sebabnya dia mengingatkan BNI 46 memikirkan baik-baik gugatan itu. Intinya kata John, gugatan yang dilakukan bersama tim pengacaranya, Dr. Santrawan Totone Paparang dan Hanafi Saleh, untuk mendapatkan solusi atas kerugian yang dialaminya selama 20 tahun.
“Akibat kejadian itu semua usaha dan nama baik saya sebagai pengusaha hancur. Saya ini sengaja dimiskinkan dan dibangkrutkan oleh BNI. Saya berbicara ini bukan untuk tujuan memeras bank BNI, tapi menuntut keadilan,” tandas dia sembari menambahkan kalau dirinya telah menderita selama 20 tahun lamanya.
Lebih jauh dikatakan dirinya telah hancur setelah menjadi penghuni penjara selama hampir 9 tahun dari vonis 20 tahun. Selain hukuman badan, dirinya juga mendapat hukuman materil seiring raibnya beberapa aset yang dilelang BNI secara sepihak.
“Hingga, sangat aneh kalau masalah ini saya diamkan saja. Kalau saya diamkan publik akan menilai kalau saya benar-benar bersalah. Padahal penyitaan aset milik saya tidak ada kaitannya dengan perkara yang menimpa saya, aset-aset yang dirampas dan dilelang itu bukan diperoleh dari hasil kejahatan," cetus dia.
Hamenda juga menyentil soal beberapa partner usahanya yang mempertanyakan belum adanya penyelesaian dengan BNI 46. Dikatakan, dengan belum terselesaikannya masalah hukum dengan BNI 46 sangat berdampak tidak baik, seperti enggannya para partner menjalin kembali kerja sama dengan dirinya.
Parahnya lagi, partner-partner bisnis akan tetap dengan pandangan negatif mereka, dimana dirinya tersangkut perkara korupsi, walau pun tidak ada kerugian negara.
Itu sebabnya dia bertekat menggugat BNI 46 untuk membuktikan kalau dirinya tidak bersalah. Sebab bagi dia, membersihkan diri dari tudingan negatif tidak hanya berbentuk kata-kata atau cerita, tapi sebuah bukti fisik yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang.
“Bila dalam persidangan nanti tdak ada penyelesaian, saya akan meminta ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) melakukan suspend saham BNI, mengingat selama ini tidak ada penjelasan atau transparansi BNI 46 menyangkut penyitaan beberapa aset milik saya. Saya menegaskan asset-aset miliki saya tidak diperoleh dari hasil kejahatan. Dengan begitu tidak ada alasan bagi BNI 46 untuk melelang aset saya,” tandas Hamenda.
Hamenda juga menambahkan kalau dirinya mendapat fasilitas Usanse L/C dari BNI bukan karena melakukan persengkongkolan dengan oknum BNI. Sebaliknya jika Usance L/C didapat dengan cara merampok atau membobol BNI 46, berarti setiap kali pencairan dengan Usanse Letter of Credit (LC), dirinya wajib bagi hasil dengan pihak bank.
“Satu rupiah pun saya tidak pernah kasih ke BNI, silahkan boleh pergi tanya,” jelas Hamenda dengan mimik serius. (MUMU/Red)