Redaksi:Rahman Permata
suaraindonesia1.com Nabire-
Pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif lagi-lagi dilakukan di kejaksaan Negeri Nabire. Kali ini, kasus terkait penganiyaan yang melibatkan tersangka bernama AMOS TEBAI, warga Kampung Harapan, Kel.Karang Tumaritis Kab.Nabire, terhadap korban YULITA PIGOME yang merupakan tetangganya.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan adalah kesalahpahaman hingga berujung Pemukulan yang dilakukan oleh AMOS TEBAI terhadap YULITA PIGOME. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Nabire pun memfasilitasi upaya perdamaian antara kedua pihak sehingga Perkara penganiayaan tersebut kemudian tidak perlu dibawa sampai ke tingkat persidangan.
Berbagai Pertimbangan Kepala Kejaksaan Negeri Nabire MUHAMMAD RIZAL, SH., MH. menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap tersangka di Rumah Restorative Justice Kejaksaan Negeri Nabire pada Hari Rabu, 20 April 2022, lalu.
MUHAMMAD RIZAL menuturkan instansinya mengupayakan restorative justice karena berbagai pertimbangan. "Kedua belah pihak antara pelapor Yulita Pigome dan terlapor Amos Tebai sepakat berdamai. Kemudian, pelaku belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya," kata MUHAMMAD RIZAL dikutip pada Rabu 20 April 2022.
Permohonan perdamaian tersebut telah disetujui oleh pimpinan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui ekspose via Zoom pada Kamis, 14 April 2022. Ia menyampaikan pendekatan restorative justice sesuai dengan peraturan jaksa (Perja) nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan karena telah memenuhi tiga persyaratan yaitu tersangka pertama kali melakukan tindak pidana, tuntutan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan nilai kerugiannya tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Hadirkan Pihak Terkait
Kepala kejaksaan Negeri Nabire MUHAMMAD RIZAL, SH, MH didampingi Kasi Pidum ROYAL SITOHANG, SH dan Jaksa yang menangani Perkara MARYO SAPULETE, SH dalam upaya mendamaikan Perkara tersebut selain melibatkan Tersangka AMOS TEBAI dan Korban YULITA PIGOME juga melibatkan keluarga ke dua pihak, dan pihak-pihak terkait, seperti petinggi, tokoh agama, hingga tokoh masyarakat. "Tujuannya menyadarkan mereka bahwa tidak semua perkara harus bermuara ke meja hijau, kata Kajari
Setelah Amos Tebai dan Yulita Pigome sepakat berdamai, Kejari Nabire bersurat ke Kejaksaan Tinggi Papua untuk selanjutnya dilakukan ekspose perkara di Jampidum. Upaya perdamaian itu pun disetujui oleh Kejati Papua dan Jampidum sehingga Kepala Kejaksaan Negeri Nabire menerbitkan SKPP.
Ke-3 kalinya di Kejari Nabire.
MUHAMMAD RIZAL menambahkan pemberlakuan restorative justice itu merupakan ke-3 kalinya digelar di Kejaksaan Negeri Nabire dengan memanfaatkan Rumah Restorative Justice yang sebelumnya sudah diresmikan oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Papua JEHEZKIEL DEVY SUDARSO SH, C.N beberapa saat lalu di Nabire.
MUHAMMAD RIZAL berharap kedepannya perkara-perkara ringan dan memenuhi persyaratan semakin diupayakan untuk diterapkan restorative justice. "Restorative Justice sendiri bukanlah hal yang baru di Tanah Papua, Khususnya bagi Masyarakat Nabire mengingat hal tersebut sudah menjadi bagian dari kearifan Lokal dan sudah dipegang turun temurun dalam budaya Masyarakat adat Nabire, yang kemudian Kejaksaan sendiri Hadir melalui Restoratif Justice dan didirikannya Rumah Restorative Justice sebagai wadah guna memberikan Kepastian Hukum baik terhadap masyarakat umum maupun terhadap masyarakat adat yang Hidup berdampingan di wilayah Kabupaten Nabire," kata Muhammad Rizal