BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Sosialisasikan Pengelolaan Bersama Perikanan puri, di Misool Selatan, Raja Ampat, Badan Pangan Dunia (FAO) dan UKIP Gelar Pertemuan.




Pewarta:Rahman.P

Sorong-suaraindonesia1.com

Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO) dan Universitas Kristen Papua (UKIP) Sorong menyelenggarakan kegiatan sosialisasi Kesepakatan Pengelolaan Bersama perikanan puri di Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat yang bertempat di Balai Pertemuan Kampung Harapan Jaya . Kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah setempat dan masyarakat nelayan pemanfaat perikanan puri serta perwakilan dewan adat ini dibuka oleh Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Raja Ampat yang diwakili oleh Bapak Auleman Ambafen, selaku Kepala Seksi Sarana dan Prasarana. Kegiatan ini merupakan bagian dari Proyek pengelolaan Bersama Perikanan Puri (Teri) dan Perbaikan Mata Pencaharian Masyarakat Setempat di Distrik Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat yang didukung oleh Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO), dan diimplementasikan oleh UKIP Sorong. 


FAO melalui UKIP mendukung program prioritas pemerintah dan daerah khususnya dalam upaya melestarikan stok perikanan dan penguatan pengelolaan perikanan untuk menjaga ketahanan pangan nasional serta keberlanjutan penghidupan masyarakat nelayan.


Kepala Dinas Perikanan Raja Ampat dalam sambutannya yang diwakili Kepala Seksi Sarana dan Prasarana mengatakan bahwa pemerintah kabupaten Raja Ampat mendukung sepenuhnya inisiatif pengelolaan bersama perikanan puri di Misool Selatan untuk memastikan keberadaan sumberdaya ikan tersebut tetap tersedia untuk penghidupan masyarakat dan juga untuk tetap menjaga keseimbangan ekologi perairan di Misool Selatan. 


Dalam Sosialisasi kesepakatan pengelolaan bersama perikanan puri, dijelaskan kembali oleh Ketua Tim Pelaksana Proyek UKIP-FAO, Dr. Stephanus Mandagi bahwa, pengelolaan perikanan puri di Misool Selatan sudah menjadi keharusan mengingat keberadaan ikan puri yang berpotensi hilang akibat tangkap lebih yang terjadi dalam 4 dekade terakhir. Dari hasil kajian yang dilakukan daln 3 tahun terakhir terungkap bahwa stok perikanan puri menunjukan tanda-tanda pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Ikan puri yang ditangkap pada bagan-bagan di wilayah Misool Selatan mulai berada dibawah batas ratio potensi pemijahan. Artinya, ikan puri yang ditangkap sudah berada dibawah ukuran sebelum ikan-ikan itu beregenarasi untuk memperbanyak jumlahnya. Apabila kondisi ini terus terjadi suatu saat ikan puri di Misool Selatan akan habis dan krisis ketersediaan ikan puri akan terjadi. Dr. Mandagi juga menyampaikan dampak-dampak yang bisa terjadi adalah berkurangnya pendapatan masyarakat nelayan, serta masalah sosial ekonomi ikutan lainnya dapat terjadi. Secara ekologi, dapat juga terpengaruh dimana ikan-ikan di perairan sekitar yang memanfaatkan ikan puri sebagai makanan alami akan sehingga keseimbangan dalam rantai makanan akan terganggu. 


Mengingat pentingnya sumberdaya ikan puri bagi masyarakat nelayan di Misool Selatan, FAO juga mengharapkan bahwa melalui proyek ini, nelayan setempat yang sebelumnya memanfaatkan ikan puri dapat dipulihkan sehingga keterlibatan masyarakat dalam penangkapan ikan puri yang selama ini didominasi oleh bagan-bagan modern dapat kembali seperti pada kondisi saat sebelum bagan-bagan modern beroperasi. 


Para peserta yang hadir menyambut dengan antusias akan kegiatan ini sehingga kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai diharapkan tidak hanya memenuhi halaman kertas saja tetapi benar-benar dilaksanakan. Transisi dari alat tangkap bagan modern saat ini ke alat tangkap tradisional sebelumnya harus segera dilakukan sehingga pemangku utama pengelola Kawasan Konservasi Perairan di Misool Selatan perlu segera menindaklanjuti bersama DKP Provinsi dan Dinas Perikanan Kabupaten untuk Menyusun rencana aksi peralihan bagan-bagan modern ke bagan tradisional masyarakat dengan model kemitraan sehingga baik masyarakat dan industry perikanan sama-sama mendapatkan keuntungan. 


pada bagan-bagan di wilayah Misool Selatan mulai berada dibawah batas ratio potensi pemijahan. Artinya, ikan puri yang ditangkap sudah berada dibawah ukuran sebelum ikan-ikan itu beregenarasi untuk memperbanyak jumlahnya. Apabila kondisi ini terus terjadi suatu saat ikan puri di Misool Selatan akan habis dan krisis ketersediaan ikan puri akan terjadi. Dr. Mandagi juga menyampaikan dampak-dampak yang bisa terjadi adalah berkurangnya pendapatan masyarakat nelayan, serta masalah sosial ekonomi ikutan lainnya dapat terjadi. Secara ekologi, dapat juga terpengaruh dimana ikan-ikan di perairan sekitar yang memanfaatkan ikan puri sebagai makanan alami akan sehingga keseimbangan dalam rantai makanan akan terganggu.


Mengingat pentingnya sumberdaya ikan puri bagi masyarakat nelayan di Misool Selatan, FAO juga mengharapkan bahwa melalui proyek ini, nelayan setempat yang sebelumnya memanfaatkan ikan puri dapat dipulihkan sehingga keterlibatan masyarakat dalam penangkapan ikan puri yang selama ini didominasi oleh bagan-bagan modern dapat kembali seperti pada kondisi saat sebelum bagan-bagan modern beroperasi. 


Para peserta yang hadir menyambut dengan antusias akan kegiatan ini sehingga kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai diharapkan tidak hanya memenuhi halaman kertas saja tetapi benar-benar dilaksanakan. Transisi dari alat tangkap bagan modern saat ini ke alat tangkap tradisional sebelumnya harus segera dilakukan sehingga pemangku utama pengelola Kawasan Konservasi Perairan di Misool Selatan perlu segera menindaklanjuti bersama DKP Provinsi dan Dinas Perikanan Kabupaten untuk Menyusun 



Di penghujung acara sosialisasi tersebut, UPT BLUD KKP Raja Ampat menyampaikan pesan melalui perwakilannya di Misool Selatan, bapak Mohammad Ali Oherenan selaku Koordinator Area KKP Misool. Bapak Ali Oherenan akrabnya beliau disapa, menyampaikan bahwa UPT BLUD KKP Raja Ampat akan mendukung kesepakatan pengelolaan bersama perikanan puri di Misool selatan dan akan melakukan pengawasan secara berkala sebagaimana patrol rutin yang dilakukan yaitu 8 kali dalam sebulan. Dalam patroli pengawasan itu akan dilakukan inspeksi dan pengecekan ijin operasi bagan-bagan serta menghimbau para pengguna dalam Kawasan konservasi perairan untuk mematuhi kesepakatan kesepakatan yang telah dicapai bersama.

« PREV
NEXT »