Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya, meragukan fungsi pengawasan dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) yang berperan dalam pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja PT. PLN (Persero), Lembaga Inspeksi Teknik Tegangan Rendah (LIT-TR) dan Instalatir. Pasalnya, fungsi pengawasan menjadi mandul saat ditemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh badan usaha jasa penunjang tenaga listrik, dimana sebagai perpanjangan tangan Pemerintah, diberi peran yang besar dalam pemberian pelayanan publik di bidang keselamatan keselamatan ketenagalistrikan. "Apakah kesesuaiann Tugas dan Fungsinya menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, dan lingkungan ketenagalistrikan telah terlaksana dengan baik," ujar Ketua YLKI Lahat Raya, Sanderson Syafe'i, ST. SH
Perlindungan Konsumen Listrik telah dilindungi oleh Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Sementara dalam UU Ketenagalistrikan disebutkan bahwa konsumen berhak mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.
Menurut Sanderson, selain bermanfaat, tenaga listrik juga dapat membahayakan terhadap jiwa dan raga manusia, maupun lingkungannya. Oleh karena itu, untuk lebih menjamin keselamatan umum, keselamatan kerja, keamanan, instalasi, dan kelestarian fungsi lingkungan dalam penyediaan tenaga listrik, dan pemanfaatan tenaga listrik, instalasi tenaga listrik harus menggunakan peralatan dan perlengkapan listrik yang memenuhi standar peralatan di bidang ketenagalistrikan atau Standar Nasional Indonesia (SNI), serta seharusnya didukung badan usaha jasa penunjang tenaga listrik mumpuni," ujar Sanderson.
Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 58/PPU-XII/2015 tanggal 22 September 2015, menyatakan jika PLN tetap mengalirkan listrik untuk instalasi rumah tangga dan terjadi kebakaran akibat ketiadaan SLO maka PLN yang bertanggungjawab atas dampak kerugian yang timbul. Namun fakta di PLN UP3 Lahat UI S2JB banyak SLO dikeluarkan tapi instalasi listrik belum ada namun pihak PLN berani mengalirkan listrik, hal tersebut tentunya telah bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, akibatnya merugikan konsumen karena tidak ada pengawasan atas upaya atau langkah-langkah melaksanakan kebijakan kelaikan teknik dan keselamatan operasi ketenagalistrikan oleh Gatrik atau DJK, jelas Sanderson.
Beberapa temuan YLKI Lahat berpengaruh langsung terhadap keselamatan ketenagalistrikan diantaranya, pertama banyaknya Sertifikat Laik Operasi keluar tanpa ada instalasi khususnya di PLN UI S2JB UP 3 Lahat, hampir semua Konsumen juga tidak mendapatkan Salinan SLO, dimana sebagai “bukti pembayaran” dan pengakuan keamanan instalasi bagi konsumen, dan hal ini telah berlangsung lama seolah dilindungi oleh pihak PLN namun juga tidak ada teguran dari DJK selaku regulator.
Namun setelah menjadi temuan YLKI Lahat Raya beberapa waktu lalu terpublikasi ke media, barulah Kementerian ESDM melalui Direktorat Jendral Ketenagalistrikan (DJK) mengambil langkah tegas dengan memblokir Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) yang menerbitkan SLO tidak sesuai SOP, namun sanksi dikeluarkan hanya sebatas kelengkapan administrasi saja bukan pada keamanan instalasi konsumen. Pertanyaanya pada saat LIT mengajukan permohonan penerbitan SLO ke DJK, apakah tidak dilakukan pengecekan kesesuaian Data diajukan merujuk SOP yang ada hingga banyak LIT bermasalah dan diblokir, fungsi pengawasannya kemana?
Kedua legalitas badan usaha LIT tidak jelas kedudukan kantornya di Kabupaten Lahat, kurang transparansinya siapa Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Tenaga Teknik (TT) karena tidak terdata di Dinas Perizinan Terpadu Kabupaten Lahat, dimana rentang waktu sertifikat tersebut hingga 10-15 tahun, jika terjadi kendala konsumen mau kemana?.
Ketiga, Data Dirjen Ketenagalistriakan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral bahwa di Kabupaten Lahat tidak ada instalatir yang bersertifikat berarti dipasang oleh “tukang listrik”, bagaimana mau Standar hasilnya? Namun telah berlangsung lama seolah dilakukan pembiaran tanpa ada upaya untuk menerapkan kelaikan teknik dan keselamatan operasi ketenagalistrikan pada usaha ketenagalistrikan yang diwajib UU.
Keempat, kurangnya pemahaman seorang manager PLN Lembayung akan Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) saat diminta klarifikasi banyaknya permasalahan akibat LIT yang bekerja tidak sesuai ketentuan berlaku namunPLN tetap melakukan penyambungan listrik pelanggan, bukannya disegel terlebih dahulu demi keamanan dan keselamatan, tegas Sanderson.
Kurangnya fungsi pengawasan, pengujian dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan kelaikan teknik dan keselamatan operasi ketenagalistrikan pada usaha ketenagalistrikan yang wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sesuai UU No. 30/2009 mulai dari memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), memiliki sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan (SKTTK), memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) sesuai klasifikasi dan kualifikasi guna mewujudkan amanat UU Ketenagalistrikan Pasal 44 ayat (3) mengenai pemenuhan ketentuan keteknikan ketenagalistrikan yang terdiri dari keselamatan ketenagalistrikan antara lain meliputi: pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik, pengamanan instalasi tenaga listrik, dan pengamanan pemanfaatan tenaga listrik.
Oleh karena itu, dalam rangka menjamin keselamatan umum, keselamatan kerja, keamanan instalasi tenaga listrik, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik, instalasi tenaga listrik harus menggunakan peralatan dan perlengkapan listrik yang memenuhi standar di bidang ketenagalistrikan, dan dibangun atau dipasang, atau dioperasikan oleh tenaga teknik yang berkompeten. “Instalasi tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan yang dibuktikan dengan adanya Sertifikat Laik Operasi, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 44 ayat (4) UU Ketenagalistrikan untuk mewujudkan penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik secara aman dan andal, juga ketenagalistrikan yang ramah lingkungan,” ujar Sanderson yang telah bersertifikat Kompetensi Ketenagalistrikan, Jum’at (1/4).
Dengan menerapkan adanya Sertifikat Laik Operasi, lanjutnya, diharapkan terwujud instalasi tenaga listrik yang andal dan aman, sehingga instalasi tenaga listrik dapat beroperasi secara berkesinambungan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. “Sehingga, bahaya akibat tenaga listrik dapat diantisipasi atau setidak-tidaknya dapat diminimalisasi. Selain itu, dengan Sertifikat Laik Operasi dapat menjamin pengoperasian instalasi tenaga listrik yang tidak menimbulkan kerusakan, utamanya pada kerusakan lingkungan hidup,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam pelaksanaannya, penerapan keluarnya Sertifikat Laik Operasi oleh Lembaga Inspeksi Teknik Tegangan Rendah (LIT-TR) harus sesuai ketentuan yang berlaku. Sehingga Sertifikat Laik Operasi memberikan perlindungan bagi pemilik instalasi tenaga listrik susai hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi jasa yang telah dibayar, sehingga tidak menimbulkan kerugian kepada pemilik instalasi tenaga listrik. “Dengan demikian, menurut Pemerintah, ketentuan Pasal a quo, justru dalam rangka untuk memberikan perlindungan terhadap setiap orang akan keamanan dan keselamatan terhadap pemanfaatan tenaga listrik sehingga ketentuan tersebut atau ketentuan a quo telah sejalan dengan amanat konstitusi,” pungkas Sanderson.
Sumber YLKI lahat
Pewarta SDP