Jakarta - Suaraindonesia1,
Sebuah dilematisasi kebijakan yang diambil pemerintah mengenai pelarangan mudik dimulai pada tanggal 6 mei sampai tanggal 17 mei 2021 bagi masyarakat perkotaan yang hendak pulang ke kampung halamannya untuk bersilaturrahmi menjelang hari raya idul fitri.
Mengingat wabah pandemi covid-19 yang belum usai pemerintah terpaksa kembali mengambil kebijakan pelarangan mudik demi mencegah penyebaran covid-19 ke beberapa daerah, kebijakan tersebut sudah pasti mengakibatkan sebuah efek domino yang merugikan bagi para pengusaha transportasi tidak dapat memenuhi kewajibannya memberikan gaji dan THR bagi karyawannya menjelang hari raya idul fitri.
“Kami pengusaha transportasi darat sangat keberatan dengan adanya pelarangan mudik yang dikeluarkan oleh pemerintah, pelarangan mudik yang dikleuarkan dapat dimaklumi terkait memutus mata rantai penyebaran covid-19 namun adakah solusi yang terbaik bagi semua pihak agar tidak ada yang dirugikan” ujar Ibenk dari Mahesa Travel kepada Indonesia1.com Minggu (18/4).
Ia juga mengatakan bahwa pelarangan mudik sangat berdampak terhadap pemasukan keuangan yang sangat minim bahkan sama sekali tidak mendapatkan apa-apa sehingga menyebabkan beberapa karyawan terpaksa dirumahkan belum lagi kewajiban pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari yang tidak tercukupi.
Kami berharap pemerintah dalam hal ini juga memperhatikan nasib para pelaku pengusaha transportasi dengan merivisi kembali aturan pelarangan mudik dengan memberikan solusi yang terbaik semisal dengan adanya syarat-syarat ketat yang wajib dipatuhi oleh pengusaha transportasi seperti melaksanakan protokol kesehatan 3M, melakukan rapid test anti gen dan 50% dari kapasitas kendaraan.
Intinya kami sangat mendukung program pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran covid-19, namun kami juga berharap pemerintah juga bisa memberikan solusi yang terbaik agar kami bisa bertahan.” Kata Ibenk
'Mahese Grup Travel'
Report: Ramadani Rahman SE