Jakarta - Suaraindonesia1 - Pandemi Covid-19 sudah setahun berjalan di Indonesia hingga kini belum menunjukkan kapan akan berakhir, bahkan ada informasi ditemukan lagi varian baru.
Di tengah kompleksnya penanganan covid-19, perhatian pemerintah juga tersedot dengan berbagai peristiwa seperti imbas kepulangan Rizieq Shihab, mulai dari penyambutan di Bandara, berbagai acara yang menimbulkan kerumunan, hingga polemik hasil tes swab yang di rahasiakan.
Akhirnya dengan berbagai bukti yang menguatkan, Rizieq Shihab dinyatakan telah melakukan pelanggaran hukum, kemudian yang bersangkutan diperiksa dan ditangkap.
Tidak berhenti sampai disitu, dalam persidangan Selasa (16/3/2021) dan Jum'at (19/3/2021) secara online saja, Rizieq Shihab dan ormas pendukungnya FPI masih menimbulkan gejolak dan kegaduhan.
Seperti terungkap dalam persidangan bahwa, Rizieq Shihab didakwa Jaksa melakukan kebohongan soal hasil tes Covid-19 di Rumah Sakit Ummi, Bogor. Jaksa menayangkan video yang diunggah Youtube Resmi Rumah Sakit Ummi Bogor pada 29 November 2020 dengan judul 'Testimoni IB HRS Untuk Pelayanan RS UMMI'.
Dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang disiarkan secara virtual pada, Selasa (16/3/2021). Dalam video itu, Rizieq Shihab mengklaim bahwa dirinya dalam kondisi sehat dan akan segera pulang.
Rizieq Shihab juga mengatakan bahwa, dia dirawat di RS Ummi karena kelelahan, bukan karena terinfeksi Covid-19.
Berdasarkan ucapan Rizieq itulah, Jaksa menyatakan bahwa, Rizieq telah menyebarkan berita bohong. Padahal berdasarkan hasil swab, Rizieq dan Syarifah Fadlun (istrinya) dinyatakan positif Covid-19 pada 23 November 2020.
Jaksa kemudian membacakan surat dakwaan tersebut yang berisi kronologis kebohongan Rizieq dan RS Ummi. Pada 23 November 2020, Menantu Rizieq Muhammad Hanif Alatas meminta dr. Hadiki untuk mengecek kesehatan Rizieq di kediaman Rizieq di Sentul, Bogor.
"Mereka pakai APD, bawa alat untuk swab antigen dan USG portable untuk paru-paru, bawa obat-obatan standar juga. Kurang lebih 16 menit kemudian, hasil swab Rizieq keluar dan dinyatakan positif Covid-19," ungkap Jaksa.
Seperti diketahui, kasus kebohongan hasil test Rizieq bermula saat Dirut RS UMMI Bogor Andi Tatat dilaporkan ke polisi karena dinilai menghalang-halangi Satgas Covid-19 yang ingin melakukan test swab ke Rizieq. Andi Tatat kemudian dilaporkan Satgas Covid-19 Kota Bogor dengan laporan bernomor LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA BOGOR KOTA tertanggal 28 November 2020.
Saat sidang online berlangsung, terjadi insiden gangguan audio visual sehingga Rizieq Syihab meninggalkan persidangan (walk out). Hal ini membuat Majelis Hakim menegur Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tindakan Rizieq Shihab yang meninggalkan sidang.
Majelis hakim menegaskan, jika terdakwa tidak bisa dihadirkan kembali ke persidangan maka otomatis sidang akan ditunda. Tentunya dengan alasan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan terdakwa. Terlebih, Jaksa seharusnya mengantisipasi adanya potensi tersebut dalam persidangan secara online lewat komunikasi antar petugas, meski berbeda ruang sidang.
Mendapat teguran dari Majelis Hakim, pihak JPU mengaku telah menahan Rizieq agar tak kabur dari persidangan, namun Rizieq Shihab bersikeras meninggalkan ruang sidang lantaran merasa bahwa hal tersebut merupakan bagian hak dari dirinya sebagai terdakwa dalam perkara itu. Akhirnya, Rizieq pun tetap meninggalnya ruang sidang.
Karena hingga batas yang ditentukan Rizieq Shihab tidak berhasil dibujuk untuk hadir dipersidangan, maka persidangan dengan nomor perkara 225/Pid.B/2021/PN.Jkt. Tim gagal terlaksana dan menunda persidangan.
Mengomentari peristiwa persidangan tersebut, Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji mengatakan, harusnya Rizieq Shihab tidak walk out dalam persidangan yang digelar secara online, karena hal tersebut membuat rugi sendiri kehilangan hak membela diri yang diberikan oleh hukum.
Indriyanto berpendapat, tidak ada aturan yang hakim langgar karena memang persidangan secara virtual sudah diatur Perma Nomor 4 Tahun 2020. "Semua ini justru untuk mencegah penyebaran pandemi dan meminimalisasi kerumunan berdampak paparan Covid-19," ujar Indriyanto.
Indriyanto justru menilai, keputusan Habib Rizieq dan kuasa hukum menolak sidang virtual merupakan bentuk tidak berkelakuan baik dalam proses pengadilan.
"Ini merupakan Obstruction of Justice dalam bentuk Misbehaving in Court (tidak berkelakuan baik dalam proses pengadilan)," imbuhnya.
Sejak Rizieq Shihab pulang ke Indonesia, berbagai polemik telah menguras energi terutama dari pihak-pihak yang menangani covid-19 di Indonesia. Harusnya masyarakat sadar, terutama para pendukungnya bahwa pemerintah saat ini tengah bekerja ekstra keras menangani covid-19, namun di sisi lain pemerintah hingga aparat keamanan harus turun tangan dalam polemik yang ditimbulkan Rizieq Shjihab tersebut.
Kalau melihat jejak digital, seharusnya para pendukungnya memahami bahwa, sebelum ditetapkan sebagai tersangka Rizieq Shihab sudah bersikap tidak kooperatif. Bahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD meminta Rizieq Shihab untuk kooperatif baik dalam memenuhi panggilan pemeriksaan penegak hukum maupun pemeriksaan risiko Covid-19 oleh tenaga medis daerah ataupun Satgas Covid-19. Yang akhirnya memang terbukti pernah positf Covid-19. (Red).