BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Suaraindonesia1 - Fakir Miskin Tanggung Jawab Siapa?

Yosep Yingo Dendo Dusun I Desa Moro Manduyo kodi Utara Sbd

Kodi Utara,SuaraIndonesia1
Pertanyaan....
Apakah termasuk pembiaran oleh pemerintah jika masih ada masyarakat miskin yang tidur di rumah tidak layak huni ?


 
Istilah masyarakat miskin dapat ditemukan di Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (“UU Fakir Miskin”) dengan sebutan fakir miskin yaitu:
 
orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
 
Kemudian dalam Pasal 1 angka 2 UU Fakir Miskin dijelaskan apa yang dimaksud dengan penanganan fakir miskin sebagai berikut:
 
upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.
 
Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada:[1]
perseorangan;
keluarga;
kelompok; dan/atau
masyarakat.
 
Pendataan Fakir Miskin
Pada praktiknya Menteri Sosial harus menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin.[2] Bukan hanya itu, seorang fakir miskin yang belum terdata dapat secara aktif mendaftarkan diri kepada lurah atau kepala desa atau nama lain yang sejenis di tempat tinggalnya.[3] Artinya ada keaktifan secara 2 arah dari pemerintah dan dari pribadi fakir miskin.
 
Selain 2 subjek di atas, ternyata masyarakat pun memiliki peran serta dalam penyelenggaraan dan pengawasan penanganan fakir miskin sebagaimana disebutkan Pasal 41 ayat (1) UU Fakir Miskin.
 
Data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi yang disampaikan kepada Menteri Sosial, ditetapkan oleh Menteri Sosial, yang nantinya penetapan tersebut merupakan dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan.[4]
 
 pada praktiknya masih banyak fakir miskin yang tidur di  Rumah bubuk, karena hal tersebut berhubungan dengan pendataan kriteria fakir miskin, UU Fakir Miskin mengatur secara ketat dalam hal pendataan guna menghindari pemalsuan data verifikasi dan validasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UU Fakir Miskin. Meskipun pemerintah telah memberikan sanksi terhadap yang memalsukan data tersebut di Pasal 42 UU Fakir Miskin berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.
 
Maka dari itu pemerintah melakukan pembagian koordinasi untuk pelaksanaan penanganan fakir miskin dibagi sesuai Pasal 39 UU Fakir Miskin menjadi 3 tingkat wilayah:

tingkat nasional: atas koordinasi Menteri Sosial;
tingkat provinsi atas koordinasi Gubernur;

tingkat kabupaten/kota: atas koordinasi Bupati/Walikota.
 
Hal ini menurut hemat Media SuaraIndonesia1 guna terlaksananya penanganan fakir miskin secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.[5]
 
Penanganan Fakir Miskin
Secara tegas Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU Fakir Miskin menyebutkan bahwa penanganan fakir miskin diselenggarakan oleh Menteri Sosial secara terencana, terukur, dan terpadu dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan pengembangan potensi diri, sandang, pangan, perumahan, dan pelayanan sosial.
 
Penanganan fakir miskin yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah adalah turunan dari Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi:
 
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
 
Karenanya fakir miskin pun berhak untuk:[6]
memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan;
memperoleh pelayanan kesehatan
memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya;
mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya;
mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan, serta memberdayakan diri dan keluarganya;

memperoleh derajat kehidupan yang layak;
memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan; dan
memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.
 
Lebih jelas lagi, dalam Pasal 14 jo. Pasal 1 angka 4 dan 5 UU Fakir Miskin secara tegas mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bertanggung jawab menyediakan pelayanan perumahan.
 
Yang dimaksud dengan ”penyediaan pelayanan perumahan” adalah bantuan untuk memenuhi hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat.[7]
 
Jadi  lebih jelasnya , merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa fakir miskin mendapatkan haknya, salah satunya adalah memperoleh pelayanan perumahan yang layak dan sehat. Apabila hak tersebut tidak terpenuhi, artinya amanat dari UUD 1945 dan UU Fakir Miskin belum dijalankan dengan semestinya.

apa yang Menjadi  Amanat  Undang-Undang 1945,Belum berjalan sepenuhnya?

Apakah pasal tersebut sudah berjalan dengan baik? Apa tolok ukur pemerintah dalam pencapaian hasil kerja? Bukti kurang berjalannya pasal 34 ayat 1 dalam masyarakat sangat banyak. Salah satunya, yang kasat mata adalah, masih banyaknya anak-anak bangsa maupun masyarakat  Belum menikmati tempat tinggal yang Layak, Seperti Warga di desa Kendu Wela,Seorang Mama tua tinggal dalam Rumah yang tak layak di huni,mata dan Hati Pemerintah Desa ada dimana?ataukah  pemerintah desa Kendu  Wela Sengaja  Buta mata,Padahal Dana Desa  di Desa Mengalir  Miliyaran Rupiah, setiap tahun tapi sampai Masih ada Rakyat yang menikmati tempat tinggal yang tak layak,



Melesetnya target, terutama angka kemiskinan, bukanlah sesuatu yang bisa dimaklumi. Pasalnya, baik program, badan, maupun anggaran untuk penanggulangan kemiskinan terus meluncur.

Mari kita cermati pasal 34 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Lalu, kita lihat faktanya. Banyak fakir miskin  Yang di terlantarkan. Siapa yang memelihara mereka di tengah kekayaan berlimpah di negara ini? Apakah negara tidak melihat kondisi ini? Atau, negara tidak tahu betapa berlimpah ruah  Orang miskin yang  terlantar yang menjadikan jalanan sebagai tempat mereka hidup?Baiklah mungkin kita lupa atas itu.

Kita alihkan tatap mata ke arah lain, yang juga tersebar hampir di seluruh persendian negara. Ada para koruptor, para mafia pajak, para penghisap keringat rakyat, dan para penghisap kekayaan negara. Bagaimana perlakuan atas mereka? Juga pelaku tindak kejahatan eksekutif lain. Apakah mereka sengsara seperti Orang-Orang miskin yang terlantar itu? Tidak. Mereka masih makmur, dan masih dapat tersenyum cemerlang, menikmati indahnya hidup mereka.

Undang-Undang selayang panjang, di sepanjang sisi jalanan bisu, menatap layu menunggu saat yang tepat membuka mata-mata buta. Layaknya pelari yang tak kenal medan, kalian terseok kehabisan tenaga mencapai garis finis, begitulah kinerja kalian. Aneka janji dan target pencapaian yang saat pemilihan digembar-gemborkan, kini kalian katakan sulit dicapai.(Liputan Tibo).
« PREV
NEXT »