SuaraIndonesia1,Kubar, Kaltim - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Pemberantas Korupsi (LPK) mencium adanya dugaan pengunaan ijazah palsu oleh salah satu oknom Kepala Kampung, di Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
“Berdasarkan hasil investigasi oleh DPD LPK Kaltim, ada dugaan pengunaan ijazah palsu oleh salah satu oknom Kepala Kampung sebagai sarat administrasi ketika mencalonkan diri,” sebut Ketua LPK Kaltim kepada SuaraIndonesia1 (1/3/2021).
Lebih lanjut ia mengatakan , bahwa dugaan pemalsuan ijazah tersebut tidak dilakukan sendirian oleh oknom Kepala Kampung, tapi disinyalir ada yang membuatkan ijazah palsu tersebut.
Lanjut nya ketua LPK, mengatakan kejangalan Dokumen tersebut sangat jelas, seperti memiliki Ijazah ganda, yang Ijazah Paket B, Tahun 2010 di keluarkan di Tanjung Isuy Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat. Ijazah paket B, yang ke dua dikelurakan pada tahun 5 Juni 2020 di Kabupaten Subang Jawa Barat, yang sangat jangal sekali, satu nama memiliki 2 ijazah Paket B.
Ketua LPK Kaltim menegaskan , bahwa dugaan pemalsuan ijazah tersebut sudah dilaporkan kepada aparat penegak hukum dengan nomor pengaduan 067/13.13/08.02.2021/DPD-LPK.KALTIM/X/V/2021.
“Berdasarkan hasil investigasi dan fakta-fakta yang kami miliki, maka sudah kami laporkan, ini adalah sebagai salah satu tupoksi kami sebagai LSM, benar tidaknya dugaan pemalsuan ijazah ini, biarlah itu akan menjadi kewenangan penegak hukum,” jelasnya
Berdasarkan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHAP) menyebutkan, 1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, Perikatan atau pembebasan hutang atau yang di peruntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya BENAR dan tidak dipalsukan ,jika memakai surat tersebut dapat menimbulkan kerugian negara, karena pemalsuan surat, dengan pidana paling lama 6 (enam) tahun.
Dan” Pasal 264 KUHAP juga ditegaskan, 1. Pemalsuan Surat di ancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun. Setelah kita laporkan ini, pastinya kita tunggu perkembangannya, dan kita kawal kasus ini selama dibenarkan oleh hukum,” tegasnya. (spr)*