BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Penumpang Gelap Ditengah Sengsara Rakyat

Prayugo Saputra
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang
No:081358901843

Skrinews.com - Berita Indonesia hari ini, dikabarkan Indonesia sedang dalam sakit parah, selain dengan adanya pandemi global covid-19, ternyata penyakit yang ada di tanah air tercinta Indonesia tidak kalah parahnya dari covid-19 yaitu, pembahasan-pembahasan RUU yang mesengsarakan rakyat kecil dan memerdekakan para kloni-kloni kekuasan masih tetap dibahas, ditengah banyaknya rakyat yang sedang berjuang hidup dan memerangi covid-19 ini, terpantau DPR masih membahas RUU yang sudah banyak mendapat penolakan dari masyarkat. Seperti inilah berita soal tanah air ketika melihat kejadian di Indonesia.
Sejalan dengan judul "penumpang gelap ditengah sengsara rakyat" yang saat ini data menunjukan pada 4 April 2020 pukul 17.00 WIB, terdapat 9.712 orang yang diperiksa dengan hasil pemeriksaan yaitu 7.620 orang negatif dan 2.092 kasus konfirmasi positif COVID-19 (150 sembuh dan 191 meninggal). (infeksiemerging.kemkes.go.id). Meski dalam situasi darurat bencana non alam seperti yang ditetapkan BNPB. Tidak menjadi penghalang untuk menghentikannya pembahasan RUU cilaka (cipta kerja). Rencana DPR untuk tetap membahas Rancangan Undanag-Undang Cipta Kerja di tengah wabah Covid-19 yang terus meluas menunjukan wakil rakyat tak memiliki empati kepada rakyat. Kengototan DPR untuk membahas RUU Omnibus Law itu mengindikasikan bahwa DPR tidak mampu menangkap persoalan paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Layaknya penumpang gelap pemerintah dan DPR seperti mengambil kesempatan ditengah bencana covid-19 dengan masih melakukan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. pembahasan Omnibus Law semestinya tidak dilakukan ditengah-tengah masyarakat sedang ketakutan yang diakibatkan penyebaran virus corona covid-19. Sementara buruh sedang bertaruh nyawa bekerja di tengah-tengah penyebaran virus covid 19 yang semakin meluas.
Menjadi rumit ketika omnibus law tetap dibahas akan tetapi pergerakan ruang aspirasi publik yang terbatas, menggambarkan covid-19 mendukung omnibus dan rakyat tidak bisa apa-apa karena harus menjaga social distancing dan physical distancing bahkan baru-baru ini mengeluarkan aturan pembatasan sosial bersekala besar, sehingga sangat menutup celah aksi unjuk rasa ditengah pandemi.
Selain pembahasan RUU Cipta Kerja ada pula penumpang gelap yang memakai bencana covid-19 ini sebagai tindakan yang beralasan kemanusiaan. Kali ini berasal dari
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) yang mengambil langkah pencegahan virus Corona di lapas. Alasan pembebasan narapida dengan tingkat resiko besar yang memiliki riwayat penyakit bawaan dan usia lanjut, pembebasan dengan syarat-syarat ketat tentu sangat masuk akal serta berperikemanusian. akan tetapi yang menjadi kontradiksi disini ketika beralih kepada napi koruptor yang dengan bencana ini seolah dapat berkah bagi mereka.
Padahal  ketika melihat dalam berberapa sidak di lapas Sukamiskin terlihat kemewahan napi di dalam sel, sel-sel mewah yang dihuni 1kamar 1orang lengkap dengan kamar mandi sampai alat gym dalam kamar memperlihatkan tidak ada urgensi revisi PP nomor 99 tahun 2012 teruntuk para koruptor. Di dalam sel para napi koruptor tetap akan aman dengan menjalani physical distancing dibandingkan mereka dibebaskan. Akan tetapi Menkumham memiliki alasan lain yaitu kemanusiaan dengan ini tak heran mengapa Menkumham Yasonna dianggap mengistimewakan napi koruptor.
Menkumham Yasonna Laoly kali ini dinilai mengistimewakan napi korupsi sedikitnya ada 300 napi korupsi yang akan dibebaskan dengan dalih pencegahan penularan covid-19. Menyeludupkan kepentingan seperti ini bukanlah usul baru, ini adalah usul lama dengan memanfaatkan momentum covid-19. Tindakan merevisi PP nomor 99 tahun 2012 dinilai adanya titipan dari para koruptor, terlebih jika dilihat daftar nama yang masuk dalam pembebasan ini terdapat nama-nama besar narapidana mulai dari Oce Kaligis, Suryadharma Ali hingga Setya Novanto. Tak heran jika kecerugiaan revisi PP itu dinilai revisi titipan.
« PREV
NEXT »