BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - GEJOLAK EKONOMI INDONESIA DI SAAT PANDEMI COVID-19


Santi Nofi Tridewi 
NIM 201810050311285
Mahasiswa Ilmu pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang


Skrinews.com - Penyebaran wabah virus corona yaitu COVID-19 yang begitu cepat di berbagai tempat di Indonesia tentunya memberikan pengaruh yang besar kepada  perekonomian di Indonesia. Berdampak pada roda ekonomi yang nyaris terhenti akibat pandemi corona bukan di indonesia bahkan negara-negara Hagemonipun ikut terimbas karena kebijakan pemerintah yang menghimbau social distancing (dirumah saja) baik belajar, bekerja dan kegiatan apapun yang bersifat berkelompok .
Center Of Reform On Economics (CORE) membuat laporan tentang keadaan ekonomi indonesia di saat pandemi COVID-19. Kenaikan Signifikat jumlah penderita dengan fatality rate yang tinggi dalam sebulan terakhir sangat mengkhawatirkan masyarakat. Respons pemerintah dan masyarakat yang melakukan segala upaya pencegahan dan penghambat serta pemutusan rantai penyebaran virus, seperti penutupan sekolah, work from home khususnya pekerja sektor formal, penundaan dan pembatalan berbagai event-event pemerintah dan swasta, membuat roda perputaran ekonomi melambat dan bahkan dibeberapa daerah berhenti karena kekhawatiran masyarakat akan pandemi COVID-19.
Konsumsi swasta, yang menyumbang hampir 60% pergerakan ekonomi nasional, dipastikan akan mengalami pergolakan. Penjualan retail, baik di pasar tradisional dan pasar modern dipastikan turun. Bahkan, sebelum kasus Covid-19 teridentifikasi di Indonesia, BI mengeluarkan data Indeks Penjualan Riil yang kontraksi mencapai 0,3% pada bulan Januari 2020.
Penurunan pertumbuhan ekonomi tidak di indonesia saja tapi juga di seluruh dunia, khususnya negara-negara tujuan ekspor yang melakaukan kebijakan lockdown dan pelemahan harga-harga komoditas itu akan memberikan tekanan yang besar pada ekspor Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada ekspor jasa khususnya jasa perjalanan atau pariwisata.
Apalagi, negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah menjadi pusat pandemi yang telah melampaui kasus yang terjadi di Cina. Di sisi lain, sebagai akibat turunnya kegiatan ekonomi domestik, impor khususnya bahan baku dan modal juga mengalami kontraksi dibandingkan tahun lalu.
Dan bila pandemi covid-19 selesai di beberapa negara, seperti cina yang angka positif corona yang sebuh dan per tgl 3 April belum ada lagi laporan akan kasus positif covid-19 di Cina. Namun, hal tersebut tidak membuat ekonomi berjalan 100% karena masih banyak negara tujuan ekspor yang kasus positif covid-19 terus meningkat setiap harinya. Ambil contoh saja Indonesia yang per tanggal 4 April pasien covid-19 mencapai 2.092 dengan rincian dirawat 1.751, meninggal 191 dan yang berhasil sembuh sebanyak 150 orang yang dikutip dari kompas.com. Sehingga hal tersebut membuat ekonomi Cina berjalan maksimal 50%.
Tak hanya itu, meluasnya kekhawatiran yang dihadapi masyarakat dan investor terhadap pandemi Covid-19, menyebabkan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia juga akan turun signifikan karena wabah ini, sehingga pertumbuhan investasi baru akan melambat dalam pengerjaannya sejalan dengan himbauan social distancing (dirumah saja) bagi para pekerja. Satu-satunya yang dapat berpotensi menopang perekonomian domestik di Indonesia tahun ini adalah belanja pemerintah serta kebijakan yang akan diambil untuk kedepannya ekonomi Indonesia mau dibawa kemana.
Penanganan Covid-19 mengharuskan pemerintah bekerja habis-habisan untuk menyediakan atau memberikan berbagai paket kebijakan baik untuk mengobati pasien Covid-19 (kuratif) dan mencegah eskalasi penyebaran virus tersebut (preventif) serta memadamkan kekhawatiran masyarakat. Stimulus fiskal juga menjadi kunci utama dalam meredam dampak negatif terhadap ekonomi, terutama bagi pelaku usaha baik itu ukm kecil maupun besar dan kelompok masyarakat yang terkena dampak paling besar.
Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meredam atau menghilangkan dampak kepanikan yang ada di masyarakat, terutama investor terhadap pandemi Covid-19, dengan menurunkan suku bunga (BI 7-Day Reserve Repo rate) hingga 50 bps selama 2020 ini menjadi 4,5%, melonggarkan giro wajib minimum, dan melakukan intervensi pasar valas untuk meredakan pelemahan rupiah.
Meski demikian, kepanikan investor-investor di pasar modal yang memicu meningkatnya net selling asing membuat rupiah terdepresiasi hingga 16% (YTD) pada 27 Maret 2020. Rupiah bahkan menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam di antara mata uang negara-negara ASEAN. Melihat kondisi tersebut, CORE memastikan keadaan di kedepannya, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun lalu. Jika pemerintah melakukan langkah-langkah yang lebih 'ketat' untuk menekan penularan wabah ini, sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, maka puncak tekanan ekonomi diperkirakan akan terjadi pada kuartal kedua, dan setelahnya (kuartal ketiga dan keempat) akan masuk masa pemulihan.
Dengan skenario paling optimis tersebut, CORE di Indonesia memprediksi bahwa ekonomi di Indonesia secara kumulatif tumbuh di kisaran -2% hingga 2%. Akan tetapi, kondisi yang akan dialami lebih buruk dapat terjadi jika penyebaran Covid-19 di Indonesia berlangsung lebih dari dua kuartal dan negara-negara yang menjadi mitra utama ekspor Indonesia juga mengalami hal serupa. Dalam kondisi tersebut yang terjadi, tekanan permintaan domestik dan global akan lebih lama, sehingga sangat kecil peluang ekonomi akan tumbuh positif.
Selain melemahkan pertumbuhan ekonomi, pandemi ini juga berpotensi mendorong peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan. Pandemi virus COVID-19 ini sangat dimungkinkan mengingat jumlah penduduk di sekitar garis kemiskinan yang masih sangat tinggi, meskipun persentase penduduk di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Pada bulan per Maret 2020, penduduk golongan menengah kebawah atau rentan miskin dan hampir miskin di Indonesia mencapai 66,7 juta orang, atau hampir tiga kali lipat jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (golongan miskin dan sangat miskin). Sebagian besar dari golongan ini bekerja di sektor informal, termasuk yang mengandalkan upah harian. Apabila penanganan pandemi berlangsung lama, periode pembatasan dan penurunan mobilitas orang akan semakin panjang.

Akibatnya, golongan menegah ke bawah atau rentan miskin yang memiliki penghasilan per hari dan hampir miskin yang bekerja di sektor informal dan mengandalkan upah harian akan sangat mudah dan lebih cepat kehilangan mata pencaharian dan jatuh ke bawah garis kemiskinan.
« PREV
NEXT »