BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - DILEMA PEMERINTAH DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Zulkifli
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang.


Skrinews.com - COVID-19 (coronavirus disease), menjadi sebuah kata yang saat ini selalu kita dengarkan dimanapun dan kapanpun. Mulai dari media sosial, televisi, bahkan grup WA keluarga semuanya membicarakan corona. Saya masih teringat ketika kasus COVID-19 mulai heboh dimana-mana. Banyak sekali meme-meme yang bertebaran dimana-mana yang mengatakan bahwa COVID-19 tidak akan bisa masuk ke Indonesia. Selain itu, para petinggi di negeri ini mulai memberikan pernyataan-pernyataan terkait kasus COVID-19 ini. Dan sepertinya pernyataan menteri Perhubungan (Menhub) Republik Indonesia, Budi Karya tidak akan pernah dilupakan dan akan selalu di ingat masyarakat. Saat itu Budi Karya sedang menyampaikan pidato ilmiah di Grha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta dalam acara peringatan Hari Pendidikan Tinggi Teknik (HPTT) ke-74 pada 17 Februari yang lalu. Budi Karya mengatakan bahwa COVID-19 tidak akan masuk ke Indonesia, karena setiap hari kita makan nasi kucing sehingga tubuh menjadi kebal. Namun sebelumnya Budi Karya juga sudah mengatakan bahwa ini hanyalah sekedar guyonan atau candaan belaka. Dan benar guyonan ini hanya sekedar guyonan, karena Budi Karya menjadi menteri pertama yang positif COVID-19, bahkan Budi Karya juga menjadi pasien pertama positif COVID-19 yang identitasnya diungkap secara jelas dihadapan media.
Sekarang COVID-19 tidak bisa dianggap remeh lagi seperti awal kemunculannya di Wuhan, China. Bahkan saat ini, COVID-19 sudah ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO). Pandemi merupakan istilah yang digunakan pada penyakit yang menyebar ke banyak orang di beberapa Negara yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Bahkan saat ini tercatat Amerika Serikat menjadi Negara dengan kasus COVID-19 tertinggi di dunia. Tercatat sudah 100.000 lebih kasus COVID-19 terjadi di Amerika Serikat. Bahkan kasus yang terjadi di Amerika Serikat melebihi kasus yang terjadi di China, Negara yang menjadi titik awal munculnya virus Corona ini. Di Italia pun sudah tercatat 10.000 lebih kematian akibat COVID-19 ini. Italia pun menjadi Negara dengan tingkat kematian tertinggi kasus COVID-19 di dunia. Negara-negara lain pun saat ini sudah melakukan lockdown untuk menghentikan penyebaran kasus COVID-19 di negaranya masing-masing. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia sendiri, kasus COVID-19 baru terdeteksi pada tanggal 2 Maret 2020. Itu pun terdeteksi karena pasien yang positif COVID-19 melaporkan dirinya sendiri. Semenjak hal itu terjadi, masyarakat mulai panik. Masyarakat mulai melakukan panic buying dan berburu masker serta hand sanitizer untuk menangkal virus Corona ini. Bahkan ada beberapa oknum yang menimbun masker dan hand sanitizer, lalu menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Ditemukan juga masker-masker bekas yang dijual kembali. Masker dan hand sanitizer pun mulai langka untuk didapatkan. Bahkan masyarakat mulai membuat hand sanitizernya sendiri. Semenjak pengumuman pertama kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia, semakin lama kasus COVID-19 ini mulai menggelinding seperti bola salju. Tercatat hingga data yang terakhir yang dikeluarkan (Selasa, 31/3) total pasien positif COVID-19 sudah berada pada angka  1.528 orang. Bahkan total kematian kasus COVID-19 di Indonesia sudah tercatat 136 kasus, dan yang berhasil totalnya 81 orang. Daerah-daerah di Indonesia pun mulai menerapkan kebijakan-kebijakan mereka sendiri. Papua menjadi daerah pertama yang melakukan local lockdown. Lalu selang beberapa hari daerah-daerah lain mulai melakukan local lockdown, seperti Tegal dan Tasikmalaya. Tidak menutup kemungkinan, bahwa akan bertambah lagi daerah-daerah di Indonesia yang akan ikut melakukan local lockdown.
Setiap hari pasien positif COVID-19 terus bertambah, namun pemerintah masih belum mau untuk menerapkan kebijakan lockdown. Bahkan sepertinya pemerintah tidak akan menerapkan kebijakan lockdown, mengingat ada beberapa Negara yang gagal dalam menerapkan kebijakan lockdown. Pemerintah pun lebih memilih untuk pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun apakah pembatasan sosial berskala besar ini mampu mengurangi penyebaran COVID-19? Saya rasa tidak. Mengingat bahwa PSBB tidak berbeda dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya yang sudah dilaksanakan, hanya saja saat ini skalanya yang lebih besar. Walaupun skalanya berbeda tetapi kebijakannya tetap sama, maka hasil yang didapatkan pun tidak akan berbeda jauh dengan hasil yang sebelumnya. Pasien positif COVID-19 akan terus bertambah. Pemerintah tentunya sadar bahwa kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan saat ini, tidak akan mampu untuk menghentikan ganasnya penyebaran COVID-19. Namun ini adalah keputusan yang diambil oleh pemerintah saat ini, dan pemerintah juga sudah pasti mempertimbangkan banyak hal sebelum menerapkan kebijakan ini. Sebagai masyarakat kita hanya bisa berdoa dan berharap bahwa pandemi ini akan segera berlalu. Dan jangan lupa #DiRumahAja.
« PREV
NEXT »