BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Berbicara Mengenai Kesiapan Pemerintah Menghadapi Wabah Covid-19

Selvira faradila 
Mahasiswa lmu Pemerintahan 
Universitas Muhammadiyah Malang

Skrinews.com, Virus Covid-19 saat ini telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai pandemi yaitu sebuah wabah yang menyebar secara global. Menurut penuturan dari Kementrian Kesehatan pada Senin (31/03/2020) jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 1.528 orang dan jumlah pasien meninggal sebanyak 136 orang. Grafik penyebaran virus terus meningkat dan belum terlihat tanda-tanda grafik penyebaran akan melandai. Menanggapi kasus pandemi ini beberapa negara telah mengambil tindakan lockdown seperti yang dilakukan oleh negara Malaysia. Berdasarkan pengumuman yang dinyatakan oleh Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, Malaysia akan memberlakukan lockdown selama dua minggu ke depan. Sementara itu, pemerintah Republik Indonesia lebih memilih untuk menerapkan aturan physical distancing untuk memutus rantai penyebaran virus Corona. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mengisolasi diri di rumah masing-masing dan melaksanakan semua kegiatan secara daring. Penerapan sistem daring merupakan peraturan yang ditetapkan pemerintah untuk mencegah peningkatan penyebaran virus corona. Tetapi sebenarnya apakah pemerintah kita siap untuk menerapkan sistem daring?
Sebelumnya sistem daring belum pernah diterapkan di Indonesia. Bahkan pemerintah terkesan kurang optimal dalam memanfaatkan perkembangan teknologi. Saat tiba-tiba muncul wabah, pemerintah terkesan kurang persiapan dalam menangani dan mencegah wabah ini menyebar. Himbauan dari WHO untuk mengumumkan status darurat nasional pada 10 Maret 2020 ditanggapi dengan santai oleh pemerintah Republik Indonesia. Keadaan ini sempat menyebabkan kekhawatiran dan kegelisahan pada beberapa golongan masyarakat yang peduli terhadap perkembangan kasus virus Corona. Masyarakat pun bertanya-tanya kenapa pemerintah tidak segera memberi tanggapan atas perluasan penyebaran virus? Apakah pemerintah tidak serius dalam menangani kasus ini? Keadaan seperti ini dapat menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan berkurang.
Salah satu kasus yang terjadi saat ini adalah maraknya hoax yang tersebar di masyarakat. Hoax dapat menyebabkan teror dan kepanikan pada masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil tindakan untuk memeriksa dan mengklarifikasi hoax-hoax tersebut. Untuk menangani hoax ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika menerbitkan Rekap Laporan Isu Hoaks pada tanggal 17 Maret 2020 yang berisi klarifikasi hoaks mulai tanggal 23 Januari - 17 Maret 2020. Upaya ini cukup berhasil untuk meredakan kepanikan dan kebingungan di masyarakat mengenai banyaknya berita hoaks yang tersebar di internet. Namun upaya ini dinilai kurang efektif dikarenakan penerimaan informasi Rekap Hoaks tersebut terlambat sampai ke masyarakat. Saya sendiri baru menerima rekap hoaks tersebut pada tanggal 21 Maret 2020 melalui WhatsApp. Saya rasa bahkan masih banyak masyarakat yang belum menerima informasi tersebut. Cara publikasi dari Kemenkominfo dengan mengeluarkan rekap hoaks dari bulan Januari hingga Maret saya rasa tidak praktis karena untuk mendapatkan klarifikasi hoaks dari Kemenkominfo berarti masyarakat harus menunggu selama 2 bulan. Dibandingkan cara tersebut, saya lebih memilih apabila publikasi dilakukan secara rutin tidak dengan jangka waktu yang panjang melalui platform yang paling banyak digunakan oleh masyarakat misalnya Instagram, Facebook, dan Twitter. Dari permasalahan ini terlihat kesan bahwa pemerintah kurang canggih dalam memanfaatkan teknologi informasi. 
Salah satu dampak negatif dari sistem daring adalah munculnya protes dari masyarakat karena mayoritas dari mereka kehilangan pekerjaannya akibat penerapan sistem daring. Menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin kehidupan masyarakat dengan memberikan kebutuhan pangan. Namun, nampaknya belum ada langkah yang diambil dari pemerintah untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang ekonominya menurun akibat diberlakukannya physical distancing. Seorang ekonom dari Institute for Development of Economis and Finance, Abra Talattov memaparkan gambaran apabila Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 benar-benar diberlakukan. Abra mencontohkan, apabila pemerintah memberikan bantuan tunai sebesar 200 ribu rupiah per bulan, maka pemerintah harus menyiapkan dana sebesar 300 miliar rupiah per bulan yang ditujukan untuk 1,5 juta pekerja non-formal di Jakarta. Apakah dana tersebut dimiliki pemerintah saat ini?
Beralih ke bidang pendidikan dimana Kementrian Pendidikan dan Budaya harus mengubah sistem pembelajaran menjadi via daring untuk seluruh tingkatan mulai SD hingga Universitas. Kemendikbud juga harus merubah jadwal akademiknya hingga diputuskan bahwa UN SD, SMP, SMA ditiadakan. Keputusan ini menyebabkan kecemburuan pada para siswa SMK yang telah setengah jalan melaksanakan UN. Ketidakadilan ini bisa jadi merupakan dampak dari lambatnya pengambilan keputusan dari pemerintah sehingga penghapusan UN terjadi secara tidak serempak. Pemberlakuan sistem daring untuk kegiatan belajar mengajar juga dirasa kurang efektif bagi guru maupun murid. Sebelumnya, pembelajaran secara daring memang kurang diperhatikan dan sulit mengalami perkembangan. Dampaknya, ketika tiba-tiba terjadi situasi yang mengharuskan penerapan KBM secara daring, para tenaga pengajar Indonesia tidak siap dan kurang berpengalaman serta para pelajar juga tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran jarak jauh. Para mahasiswa bahkan menuntut untuk dikembalikannya uang kuliah yang telah dibayarkan di awal semester agar diganti dengan pembelian kuota internet. Apabila kita beralih untuk melihat bagaimana akses informasi di daerah 3T, tentunya pembelajaran dengan sistem daring sama sekali bukan pilihan yang dapat diambil.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah belum siap dalam menghadapi pandemi virus Corona. Terlihat bahwa Kemenkominfo tidak efektif dalam mengklarifikasi hoaks. Publikasi rekap hoaks lambat menjangkau masyarakat umum. Pemerintah juga tidak siap membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaannya karena pemberlakuan physical distancing. Pemberlakuan sistem pembelajaran secara online juga terkesan belum siap untuk diterapkan di Indonesia.



Biodata
Nama : Selvira faradila
TTL : Surabaya, 22 Desember 1998
Status : Mahasiswa
Jurusan : lmu Pemerintahan
Study : Universitas Muhammadiyah Malang
« PREV
NEXT »