BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Pro Kontra Kebijakan Kampus Merdeka

Duwi Pratama


Skrinews.com - Kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) terkait pendidikan tinggi tak lolos dari kritik. Kebijakan yang menurut Mendikbud Nadiem Makarim dapat "melepaskan belenggu kampus agar lebih mudah bergerak" ini, misalnya, dicap memperkuat komersialisasi pendidikan. Kebijakan yang diberi nama Merdeka Belajar.
Melalui kebijakan tersebut, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta yang berakreditasi A dan B diberikan otonomi untuk membuka program studi (prodi) baru, sesuai kebutuhan masa depan. Tantangan perguruan tinggi dewasa ini adalah bagaimana mereka mampu menjawab kebutuhan industri, bahkan kebutuhan negara.
Nadiem makarim tidak berhenti melakukan berbagai gebrakan di dunia pendidikan. Setelah mencetuskan tentang penghapusan UN, kini nadiem mengeluarkan tentang paket kebijakan kampus merdeka”.
Mendikbud mengatakan, solusi untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan mendukung kolaborasi antara universitas dengan berbagai pihak di luar kampus untuk menciptakan prodi-prodi baru. Inovasi dalam pembelajaran dan pengabdian masyarakat adalah tujuan utama pendidikan tinggi.  Inovasi hanya bisa terjadi di dalam suatu ekosistem yang tidak dibatasi. Menurut Mendikbud, ini adalah spirit dari konsep kampus merdeka. Melalui kebijakan kampus merdeka, Kemendikbud ingin mempermudah prosedur pembukaan prodi. Adapun prodi tersebut bukan di bidang kesehatan dan pendidikan.  Kesehatan termasuk pendidikan dokter, farmasi, kebidanan, kesehatan masyarakat, dan jurusan-jurusan kesehatan lainnya.

Kebijakan kampus merdeka diharapkan dapat menumbuhkembangkan semangat dan kepedulian seluruh civitas akademik dan dunia industri untuk maju bersama membangun kualitas SDM Indonesia. Lulusan S1 yang berkualitas adalah hasil gotong royong seluruh aspek bukan hanya perguruan tinggi yang bertanggung jawab, melainkan perusahaan juga terlibat dalam kurikulum, magang, dan rekrutmen.
Kebijakan yang jadi polemik itu mulai soal pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, dan fasilitas perguruan tinggi yang statusnya masih PTN Badan Layanan Umum dan Satker untuk mencapai PTN-BH. Terakhir, yang paling gencar disoalkan, tak lain poin soal hak belajar tiga semester di luar program studi mahasiswa. "Tidak ada kebijakan insentif bagi dosen sebagai implementor lapangan. Ketika mahasiswa diberi ruang untuk mengambil lintas prodi dan magang, tetapi dosen tidak punya insentif besar bagi yang aktif di kegiatan pengabdian masyarakat.

Kondisi ini berakibat pada kultur kampus merdeka tidak terbangun secara holistik karena yang diuntungkan baru mahasiswa dan institusi kampus itu, dimana hanya menguntungkan pihak pengelola/pejabat kampus saja. Payung Hukum masih setingkat peraturan menteri untuk kebijakan Kampus Merdeka itu berakibat pada lemahnya sustainabilitas transformasi kampus karena jika berganti menteri sangat mungkin berganti kebijakan.

Salah satu yang dirombak dalam program ini adalah kebijakan studi program sarjana atau S1 yang tadinya program S1 selama 4 tahun atau 8 semester sekarang menjadi 5 semester saja dan ditambah dengan hak belajar 3 semester diluar prodi.
Kebijakan ini jadi menuai kontra kepada sejumlah kalangan mahasiswa,  Menurut pendapat saya jika memang jadi diterapkan, dan diterapkan di seluruh indonesia kita tidak tahu program ini akan langsung berhasil atau tidak, kita juga tidak tahu proses pelaksanaan nya seperti apa, jadi sebaiknya kebijakan atau program ini jika di jadikan, alangkah lebih baiknya dicoba dahulu di beberapa universitas, kemudian bisa dilihat hasilnya seperti apa, ada kekurangan atau tidak, dan bisa menganalisa agar bisa meminimalisir kekurangannya. Dan agar pelaksanaannya bisa sampai plosok negeri dan tidak hanya dikota saja.
Kemendikbud mau melakukan magang ini karena ingin mahasiswa itu tidak terus terusan untuk kuliah di dalam kelas saja, jadi bisa merasakan kuliah diluar kelas juga dengan cara magang. Tapi disini tidak harus sampai magang, bisa saja ada beberapa mata kuliah atau sks nya yang menerapkan untuk melakukan praktek diluar kelas.Jadi misalnya seperti ada mata kuliah film, ya itu dibebaskan untuk membuat film diluar. Jadi kalau misalnya magang itu bagus tapi kalau untuk sekarang sepertinya tidak efektif.
Dan menurut saya kemendikbud dalam melaksanakan kebijakan atau program ini nantinya jangan coba-coba apalagi untuk anak kuliahan, karena ini menyangkut dengan kelulusan mereka, dan yang ditakutkan adanya rasa kecemburuan. Misalnya tahun angkatan ini nyoba kurikulum seperti itu dan ternyata gagal, jadinya tingkat dibawahnya tidak diberlakukan lagi.

Mungkin saran dari saya dari menteri-menteri nya benar-benar mendiskusikan masalah ini, dan menganalisis nya, bukan dengan cara dicoba-coba, dan mungkin bisa disurvey, bisa dari setiap universitas di setiap kota atau daerah, dan setelah itu jika sudah terkumpul hasil survei nya bisa didiskusikan lebih dalam lagi dan memutuskan sebaiknya bagaimana.

Ada pula sejumlah sisi positif dari kebijakan Kampus Merdeka itu. Sehingga patut diapresiasi.
Kebijakan itu membongkar stagnasi karena kampus diberi otonomi dan fleksibilitas untuk membuat prodi, membangun mutu melalui akuntabilitas publik, seperti mendorong munculnya banyak lembaga akreditasi independent yang melibatkan masyarakat, kaum profesionalitas dan industri, .

Jika program Mendikbud akan membebaskan pendidikan dari beban administrasi, gerakan itu melakukan perubahan mulai dari ruang refleksi dan pikiran kritis semua anggotanya. Paradigma memerdekakan nalar pikir inilah yang nantinya akan membawa pendidikan kepada kemajuan.

Gerakan akar rumput ini merupakan satu hal yang patut dirayakan. Melihat fakta ini, kiranya bisa kita simpulkan bahwa merdeka belajar itu tidak cukup hanya menjawab sekedar perampingan beban administrasi, tetapi mengarah pada perubahan mindset guru,serta kultur sekolah yang merdeka untuk bereksperimen baik dalam pembelajaran, maupun pengelolaan perubahan sekolah,.

Mungkin saran dari saya dari menteri-menteri nya benar-benar mendiskusikan masalah ini, dan menganalisis nya, bukan dengan cara dicoba-coba, dan mungkin bisa disurvey, bisa dari setiap universitas di setiap kota atau daerah, dan setelah itu jika sudah terkumpul hasil survei nya bisa didiskusikan lebih dalam lagi dan memutuskan sebaiknya bagaimana.

PENULIS: Duwi Pratama

RIWAYAT HIDUP:
NAMA : Duwi Pratama
Tempat, Tanggal Lahir : Banjarbaru, 1 Oktober 1999
Alamat : Jl. Raya Jetis, Gg. Sidodadi No.9 Kab Malang
No Hp : 082240385085
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
Email : duwipratama1@gmail.com
« PREV
NEXT »