BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Pilkada dan Korupsi

Habib Abdul Aziz

Smrinews.com - Pilkada serentak tahun 2020 akan di adakan pada tanggal 23 September 2020 yang akan digelar di 270 daerah yang terdiri dari sembilan Provinsi 224 Kabupaten dan 37 Kota. Politik di Indonesia termasuk di dalamnya pilkada, sudah menjadi rahasia umum yaitu politik dengan biaya tinggi. Menjadi rahasia umum pula bahwa politik uang di Indonesia adalah sebuah realitas walau kadang sangat sulit dibuktikan. Itulah sebabnya para calon harus menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai proses politik lima tahunan.  Sehingga banyak calon kepala daerah maupun legislatif melakukan segala cara untuk mengumpulkan dana politik tersebut. Apalagi mereka yang menjadi calon petahana, mereka menggunakan kekuasaannya dengan segala cara menggalang dana dengan cara melakukan tindakan melawan hukum. Hal ini bisa kita lihat hampir setiap hari dalam pemberitaan baik media cetak maupun elektronik memberitakan tentang operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah yang mencalonkan kembali dirinya sebagai calon kepala daerah. Tindakan melawan hukum atau korupsi tersebut diantaranya adalah  berupa fee proyek yang biasanya dilakukan bekerjasama dengan pihak swasta, atau operasi tangkap tangan yang berkaitan dengan jual beli jabatan yang dilakukan oleh bupati atau wali kota yang mencalonkan kembali menjadi kepala daerah, atau suap untuk mengegolkan RAPBD antara eksekutif dengan legislatif. Bisa juga korupsi dilakukan berupa bagi-bagi proyek yang dilakukan oleh eksekutif dan legislati dan lain-lain. Mengerikan sungguh sangat mengerikan. Untuk calon kepala daerah yang bukan petahana karena dia telah menghabiskan banyak biaya maka seandainya dia terpilih tentu juga sangat rawan untuk melakukan tindakan korupsi karena dia akan mencari ganti dari biaya yang telah dikeluarkan selama proses pemilihan kepala daerah (pilkada).
Walaupun sudah banyak yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi ternyata tidak membuat jera para politisi di negeri ini. Rupanya kegigihan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didalam memberantas korupsi belum mendatangkan efek jera para pejabat baik yang berasal dari legislatif maupun eksekutif. Keserakahan dan ketamakan telah menguasai para pejabat di negeri ini untuk mengambil jalan pintas dalam mengumpulkan kekayaan. Kekuasaan yang seharusnya menjadi sarana mendistribusikan kesejahteraan rakyat justru yang terjadi adalah kekuasaan telah menjadi media menyengsarakan rakyat. Oleh para pejabat biaya politik dilihat sebagai investasi yang harus dikembalikan pada saat berkuasa nanti. Mereka sadar bahwa tidak mungkin hanya dengan gaji yang mereka dapatkan bisa mengembalikan biaya politik yang telah mereka keluarkan. Kemudian  korupsipun mereka jadikan pilihan untuk mengembalikan modal, memperkaya diri dan mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk dijadikan bekal dalam pencalonan periode berikutnya, bahkan bila sudah berakhir periode mereka selama dua periode tanpa malu-malu mereka akan mencalonkan istrinya atau anaknya atau keponakannya dan lain sebagainya. Sungguh sangat mengerikan hasil rekrutmen  pemimpin dalam proses politik biaya tinggi di Indonesia. Perlu kemauan dari berbagai elemen bangsa untuk berkomitmen mengakhiri korupsi akibat dari politik biaya tinggi ini.  Pilkada di Indonesia tetap mempertontonkan efek samping dari politik biaya tinggi yaitu disamping memproduksi para pemimpin atau kepala daerah juga memproduksi para koruptor. Dan rupanya korupsi sudah menjadi tradisi di kalangan sebagian pejabat di Indonesia. 
Pertanyaannya adalah bagaimana cara mengakhiri politik biaya tinggi yang menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi di Indonesia. Karenanya politik biaya tinggi mutlak harus diakhiri agar para pemenang pilkada betul-betul menjadi pelayan rakyat bukan justru membebani rakyat. Untuk menekan politik biaya tinggi di Indonesia diantaranya adalah pertama transparansi di segala lini didalam proses pilkada di Indonesia. Transparansi pembiayaan pencalonan dan pemilihan kepala daerah hendaknya dilakukan oleh calon kepala daerah dan partai politik yang mengusungnya. Sehingga masyarakatpun ikut mengontrol seberpa besar biaya politik untuk sebuah proses pemilihan kepala daerah. Dan dengan transparansi ini juga bisa mencegah adanya mahar politik dalam proses pemilihan kepala daerah, karena mahar politik ini juga disinyalir menjadi penyebab terjadinya korupsi yang dilakukan oleh para pejabat di Indonesia. Kedua kalau perlu partai politik yang melamar seorang yang dianggap mempunyai kemampuan untuk dicalonkan menjadi calon kepala daerah. Sehingga partai politiklah yang membiayai seluruh proses pemilihan kepala daerah kepada seorang calon kepala daerah. Disamping itu partai politik juga bisa memilih anak bangsa terbaik untuk dicalonkan sebagai calon kepala daerah, bukan mereka yang memiliki uang tapi kurang mempunyai kemampuan untuk dicalonkan oleh partai politik menjadi calon kepala daerah. Ketiga Partai politik membuat sebuah kontrak politik khusus dengan para calon yang hendak diusung, dengan janji untuk tidak korupsi apabila sudah menjabat sebagai kepala daerah. Kontrak politik tersebut diumumkan secara terbuka kepada rakyat. Kontrak politik seperti ini hendaknya dilakukan oleh seluruh partai politik  sehingga ada sebuah kesadaran bersama oleh seluruh kekuatan politik yang ada. Keempat adalah penyadaran kepada seluruh elemen bangsa baik rakyat maupun elit politik akan bahayanya politik uang dalam proses pilkada di Indonesia. Karena politik uang bukan hanya akan menyebabkan terjadinya korupsi akan tetapi dengan politik uang tidak akan mendapatkan calon pemimpin terbaik di suatu daerah. Walaupun seseorang memiliki integritas dan kemampuan yang mumpuni tetapi karena tidak mempunyai modal yang tinggi tetap saja akan tersingkir didalam pemilihan. Yang terpilih bukan yang terbaik tapi yang memiliki modal walaupun kurang punya kemampuan kepemimpinan yang diharapkan.
Dengan cara-cara diatas seorang kepala derah tidak lagi memikirkan bagaimana cara mengembalikan modal yang sudah dia keluarkan, tapi bisa fokus untuk mengurus dan melayani rakyat yang dipimpinnya, bukan merampok uang rakyat atau uang negara.




Biodata
Nama : Habib Abddul Aziz
TTL : Lumajang 18 Januari 19999
Status : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Study : Universita Muhammadiyah Malang

« PREV
NEXT »