BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Mempersoalkan Pancasila Yang Sekuler Tanpa Agama


Salahudin Al-Ayubi Sarabiti
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang

Skrinews.com - Sejak dahulu ketika bangsa yang besar ini di merdekakan tidak terlepas dari campur tangan sang maha pencipta, dengan rahmat Tuham Yang Maha Esa, bangsa indonesia bisa berkesempatan merasakan kemerdekaannya dari kolonialisme dan feodalisme Barat. Tak lupa pula dengan di dorong oleh keinginan luhur ( jiwa para syuhada)  meneruskan, membawa indonesia menuju kemerdekaan. Nilai-nilai hisroris, filosopi, sosilogis bahkan religius (yang di kehendaki Allah SWT ) sebagai intsrumen dari proses perjalan bangsa indonesia.
Bangkitnya pemikiran manusia tergantung pada pemikiranya tentang hidup,alam dan manusia serta hubungan ketiga nya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan ada yang sesudahnya. Harus ada perubahan yang mendasar dan menyeluruh terhadapa pemikiran manusia dewasa ini untuk di gantikan dengan pemikiran lain. Melalui perjalanan sejarah umat dari awal kebangkitan hinga pada hari dengan semangat jihad sosial yang luar biasa, mulai dari ekonomi, budaya, sosial, pendidikan bahkan politik yang di anggap paling krusial bisa kita akomodasikan dalam sebuah tata nilai. Tidak dapat di pungkiri alur kekuasaan telah menunjukan keterbukaan dalam politik demokrasi dan arahan yang jelas dasarnya. Gagasan spiritualisme kekuasaan, merupakan reaksi terhadap kecenderungan berbagai analisa politik terjadi di kalangan muslim termasuk apa yang di cita-citakan melalui sebuah gagasan diskurusus tentang dasar negara. Paradokstisasi demokrasi mengharuskan umat dalam lingkaran ukhwa watoniyah melakukan gerakan dalam ritme pembaharuan.
Hubungan Islam dan  negara dalam pandangan kaum agamis revormis adalah hubungan yang integral dan simbiotik, tidak ada dikotomi yang bermuara pada sekulerisme. Menurut Bahtiar Effendi dalam paham formalism-legalism, kebijakan negara yang di rumuskan tidak boleh bertentangan dengan Islam. Kritik  Bahktiar Effendi terhadap paam sekulerisme. Menurutnya, betapa sulit atau mustahil memisahkan agama dari ruang publik (negara). Kegiatan duniawian tidak akan terbebaskan sadar atau tidak sadar dari pengaruh nilai-nilai agama.hal ini dengan jelas bahwa, sekulaisme dalam bentuk ideal tipe tidak ada.
Hal demikian di justifikasi oleh seorang cendikiawan muslim progresif yakni Muhammad Natsir yang dengan pemikiran beliau memahi problem politik bangsa  mengatakan bahwa agama Islam adalah  agama universal yang menata seluruh mekanisme kehidupan, termasuk masalah negara dalam memperlakukan nilai-nilai ketuhanan.
Nilai-nilai ketuhan yang di maksud bukanlah nilai ketuhanan yang terkandung dalam pancasila. Di indonesia, paham yang menggerakan jiwa rakyat indonesia adalah agama. Dengan sendirinya asas negara kita harus berasaskan agama, bukan suatu rangkaian berupa ide yang di anggap oleh masyarkat umum sebagai Pancasila. Pancasila tidak di percayai sebagai agama. Meskipun di dalamnya terumus “ Sila Ketuahan Yang Maha Esa,” sumbernya adalah sekuler. La-diniyah ( tanpa agama ). Sekuler, sebagaimana di kemukakan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Juni 1945 yang di terbitkan oleh kementerian Penerangan. Kesimpulan dari pendapat soekarno dengan argumentasi yang di sampiakan itu dalam bemtuk yang paling simpel adalah seorang yang masi dalam taraf kehidupan agraris memerlukan Tuhan, tetapi sudah menjadi industrialis, Tuhan tidak di perlukan lagi. Bukan bersumber pada sala satu wahyu ilahi. Ia adalah ternayata hasil penggalian dari masyarakat indonesia. Ia bukan satu pengakuan akan kedaulatan Tuhan dengan segala konsekuensinya  atas yang mengakui dengan bentuk ketaatan kepada hukum Ilahi yang positif. Ia hanyalah rasa adanya Tuhan “tanpa wahyu, tanpa konsekuensi. Rasa adanya Tuhan, sebagai ciptaan manusia yang relatif, yang berganti-ganti.
Sila ketuahan yang maha Esa, terlepas dari masalah tempatnya dalam urutan perumusan lima sila itu,  yang sudah pasti ia tidak di anggap sebagai sumber dari empat sila yang lain. Ia tidak menjadi point of reference, sila pertama itu adalah relatif tidak memilikih isi yang jelas. Boleh begini, boleh begitu menurut selera masing-masing orang yang mau mengisinya menurut ciptaan manusia bergani-ganti. Lahirnya sila-sila itupun tidak serentak, tetapi konon, satu demi satu, dan sila ketuahan datang menumpang paling belakang.
Kita hendak mempertanayakan letak nilai dari wahyu sebagai intrumen kepercayan yang menopang kehidupan manusia-manusia. Wahyu yang di yakini dengan hakikat independen yang tak terikat oleh kondisi perubahan zaman, seperti pengaruh agraria, nomaden atau industralisasi.
Buruknya performa Negara pancasila dewasa ini, sangat berpotensi untuk membangkitkan semangat politik  umat Islam mengakomodasikan  ideologi Islam di Indonesia. Kita melihat ketidakmampuan Pancasila menciptakan bangsa Indonesia yang bermoral, berkemanusiaan, bersatu, menjunjung tinggi musyawarah dan berkeadilan.
Paradigma pancasila dewasa ini telah bergeser menjadi paradigma yang liberal kemudian di kapitalisasi menjadi kepentingan kelompok yang mempuyai kekuasaan sehingga jauh dari nilai-nilai harmonisasi teologis. Dampak nya adalah bangsa Indonesia yang dengan Rahmat Tuhan dimerdekaan ini terombang-ambing dalam arus global sehingga untuk mewujudkan masyarakat adil makmur tidak tercapai.
Presiden kita dengan keras dan gagap mengharuskan komponen Negara hingga sampai masyarakat untuk melakukan revolusi mental, padahal Ia lupa bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan revolusi moral, beliau dengan kebijkan nya mendahului mental dari pada moral. Bahaya jika kita cermati pernyataan itu, sebab ketika kita fokus pada revolusi mental maka kita tak punya kompas moral untuk membuat suatu perubahan menuju masyarakat yang madani. Akibatnya kita terjebak pada dekadensi moral.
Bicara moral berarti kita bicara nilai kebaikan, dari mana nilai kebaikan itu ? kebaikan itu hanya kita temukan dalam agama, dan islam sangat kompleks berbicara soal itu.
« PREV
NEXT »