BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

ABDUL WAHID P DIKO, "CALEG HARUS PERLU UJI KELAYAKAN"

 Pemimpin Redaksi
Skrinews.com


Skrinews.com
OPINI – Pemiliham Umum ( Pemilu ) untuk Anggota Legeslatif atau yang lebih enak disebut Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ). Baik untuk Anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, dan Anggota DPR RI. Setiap 5 tahun sekali dilaksanakan dengan harapan setiap kali terjadi pergantian Anggota DPR melalui Pemilu. Berdampak perubahan pada nasib rakyat dari yang kurang baik menjadi lebih baik, dari tidak sejahtera menjadi lebih sejahtera dst.
Lalu sejauh mana pentingnya keberadaan Anggota DPR di negara Demokrasi ini yang ketika setiap memasuki tahun poltik pasti membuat repot semua elemen bangsa yang juga sedot anggaran besar itu. Kata ” Perwakilan ” di Dewan Perwakilan Rakyat, sampai sekarang arti dan maksut kata ” Perwakilan ” tersebut belum betul – betul nyata dirasakan oleh rakyat yang diwakilinya.

Salah atau tidak saya berpandangan berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama ini, proses demokrasi benar bejalan walau masih jauh dari sempurna. Untuk menuju pelaksanaan demokrasi yang benar – benar baik memang perlu waktu. Salah satunya adalah rakyat harus faham betul tentang apa itu politik dan tujuannya politik itu apa. Karena memang tingkat pendidikan politik di negeri ini masih tergolong rendah dan hanya beberapa saja dari ratusan juta penduduk Indonesia yang faham tentang politik.
Maka di negara yang berazas demokrasi meski kedudukan rakyat diposisikan sebagai pemengang kekuasaan tertinggi di negeri ini tidak pernah nyata. Karena ketidakfahamannya politik di negara berdemokrasi masyarakat kebanyakan tidak tahu kalau dirinya adalah rakyat penguasa negerinya sendiri. Yang ada malah jadi permainan dan korban capaian kepentingan oknum – oknun yang memperalat rakyat melalui kendaraan politik untuk sebuah kepentingan dan kekuasaan.
Ini adalah fakta bahwa sesungguhnya rakyat di negara kita tidak berdaya walau berjuluk sebagai raja / penguasa di negara menganut sistem demokrasi. Yang terjadi justru kerap kali jadi atas nama kepentingan, sebentar – sebentar terlontar dari oknum tertentu memperkuat argumen demi golkan kepentingannya mengatasnamakan rakyat. Itu semua adalah efek politik dengan cost tinggi, mereka hadir mencalonkan diri jadi anggota DPR, bahasanya ingin jadi wakil rakyat, penyambung lidah rakyat atau apalah yang semuanya pakai simbol rakyat.

Partai menerima mereka jadi caleg ada yang karena kekuatan uang, loyalitas, kedekatan, suka dan tidak suka. Tanpa pertimbangan yang seharusnya jadi hal urgen untuk bisa menentukan nasib rakyat. Tidak dilihat bagaimana keahliannya, bagaimana moralnya, sejauh serta sebesar apa wawasan dan jiwa kebangsaannya, setulus dan seikhlas apa mereka mau mengabdikan diri untuk memperjuangkan nasib rakyat.
Ini jadi penting sekali kenapa, berpolitik landasan dasarnya ada perjuangan bukan cari pekerjaan. Fakta di lapangan menjawab dan bukan rahasia lagi  ternyata banyak yang masuk tahun politik jadi politisi dadakan sebagai sarat maju jadi Caleg. Semuanya serba instan, dan hasilnya beberapa kali dilaksanakan Pemilu pergantian anggota DPR pun terjadi. Tetapi tidak ada perubahan apapun terhadap kehidupan rakyat yang signifikan. Yang mengalami perubahan justru pada mereka menjadi lebih baik, bergelimang uang setelah jadi anggota dewan. Sementara rakyat yang katanya penguasa tetap dalam keterpurukan tanpa kehormatan. Dirasa enak jadi angota dewan ada yang mencalonkan lagi, datang temui masyarakat setelah 4 tahun lebih lupa. Pola yang sama dilakukan janji – janji jadi nyanyian merdu merayu, bahkan ada yang tak segan – segan main politik uang baik secara sembunyi – semhunyi maupun terang – terangan.

Oleh karena itu apakah pendapat saya ini konyol atau dianggap sebuah kebodohan tidak jadi soal. Menurut hemat saya, Partai Politik ke depan tidak asal comot Calon Anggota Legeslatif ( Caleg ). Kalau perlu ada semacam uji kalayakan dilakukan. Pastikan bahwa Caleg yang diusung dan ditawarkan kepada rakyat adalah Caleg yang mumpuni, baik moralnya, berdedikasi, dan berintergritas tinggi. Kalau tidak, akan jadi percuma saja ada aturan Napi korupsi tidak boleh jadi Caleg. Padahal mereka sudah menerima efek jera atau hukuman setimpal dengan perbuatannya. Paling tidak mereka harus kita yakini tidak akan melakukan hal yang sama.
Caleg bukan mantan Napi Korupsi tidak menjamin lebih baik kalau tidak ada uji kelayakan pada saat rekrutmen Caleg oleh Partai. Setidaknya ada keinginan tawarkan kader terbaik Patainya demi kepentingan yang lebih besar yaitu Kemakmuran bangsa yang berkeadilan. Suguhkan kader Partai jadi DPR yang bisa bekerja untuk kepentingan rakyat supaya pas dengan julukannya sebagai wakil rakyat. Sehingga keberadaan Partai Politik adalah alat untuk membangun bangsa dan negara serta mensejahterakan rakyat jadi benar. Jangan ada lagi sangkaan bahwa Partai Politik hanya jadi kuda tunggangan politik meraih kekuasaan dan jabatan.

Bukan tontonan yang aneh para Caleg kampanye ke masyarakat hanya obral janji tanpa program hanya bermodal figur, popularitas, uang, dan berlomba lempar senyum. Bahkan ada yang halalkan segala cara asal bisa jadi anggota DPR soal program belakangan. Calon Anggota Legeslatif ( Caleg ) seyogyanya dalam kampanyenya tawarkan program berikut solusinya. Serap aspirasi masyarakat, buka siesen tanyak jawab dalam sebuah pertemuan biar masyarakat tahu layak apa tidak jadi anggota DPR. Karena tugas DPR garis besarnya adalah cari dan temukan solusi bagaimana menyelesaikan persoalan dan memuaskan masyarakat.
Jangan hanya tim sukses suruh bujuk rayu masyarakat pilih ini saja baik, jangan yang itu tidak baik. Caleg yang mencari simpati dan kepercayaan dari masyarakat atau rakyat dengan cara uang dan menjelek – jelekkan orang lain. Menurut saya yang seprti itu hendaknya tidak dipilih, karena dengan cara itu membuktikan bahwa tidak punya dedikasi, dan integritas yang baik, shingga memilih cara beli/uang dan jelek – jelekkan orang lain untuk dapat simpati dan kepercayaan, itu kata kuncinya. Semoga bermanfaat.

Redaksi
« PREV
NEXT »