Direktur Riset Populi Center Usep S. Akhyar mengatakan pemilihan Gubernur Jawa Barat atau pilgub Jabar 2018 berpotensi diwarnai dengan isu-isu politik identitas seperti pilgub DKI Jakarta 2017. Sebab, secara historis, di Jawa Barat potensi politik identitas mengental.
"Islam garis keras banyak di Jawa Barat. Saya, sebagai orang Jawa Barat, nuansa itu kami tahu dan kami rasakan," katanya dalam sebuah diskusi di D'Hotel, Jakarta
Usep mencontohkan, di pondok-pondok pesantren di Jawa Barat, pada zaman dulu terkenal dua identitas. Identitas pertama adalah Islam dan kedua Sunda. "Islam dan Sunda bahkan disamakan. Islam adalah Sunda dan Sunda adalah Islam. Identitasnya dibuat semakin menonjol. Jadi potensi itu sangat kental," ujarnya.
Indikator kedua terlihat saat Jakarta dilanda gelombang aksi protes terkait dengan kasus penistaan agama. Menurut Usep, Jawa Barat menjadi pemasok massa paling banyak. "Ini menunjukkan politik identitas di Jawa Barat sangat kental sekali," ucapnya.
Ciri lain adalah banyak daerah di Jawa Barat yang menerbitkan peraturan-peraturan daerah bertipe syariah, seperti di Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Pangandaran.
Namun, kata Usep, permainan isu ini di Jawa Barat bakal bergantung pada rivalitas identitas kandidat yang akan maju. Peristiwa di Jakarta bisa terjadi, menurut dia, lantaran rivalitas identitasnya mudah dimainkan karena berbeda antara satu dan yang lain. "Yang satu Islam, yang satu Kristen, dan etnisnya berbeda, tuturnya. "
Sementara itu, pengamat dari Exposit Strategic, Arif Sutanto, mengatakan potensi terjadinya politik identitas ini akan lebih besar bila hanya dua calon yang maju. "Bila lebih dari dua, potensinya akan lebih kecil," ujarnya.
Potensi ini bakal dipengaruhi pula komposisi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Bila cagub dan wakilnya sama-sama nasionalis, lalu lawannya sama-sama religius, potensi politik identitas di pilgub Jabar 2018 lebih besar terjadi. "Tapi kalau masing-masing di-mix, dicampur, akan lebih kecil," kata Arif.
Editor Dwa
Red Asal usul