BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Pelabuhan Batuampar di Batam Tertinggal Jauh

DEPUTI V Badan Pengusahaan (BP) Batam, Gusmardi Bustami,
membenarkan tingginya biaya angkutan kontainer Batam-Singapura dan sebaliknya dikeluhkan pengusaha yang tergabung di Africa South East Asia Chamber of Commerce dan Singapore Business Federation.



Kondisi ini juga membuat Batam tidak kompetitif. Bahkan sangat menghambat pertumbuhan investasi dan alur ekspor-impor di Batam.

“Kontainer berukuran 20 feet dari Batam ke Singapura memakan biaya 500 dolar AS. Sedangkan dari Jepang, Korea, dan Cina ke Singapura hanya 280 dolar AS. Padahal jarak Batam-Singapura cuma 18 kilometer,” kata Gusmardi.

Ia mengakui penyebab utamanya kapasitas Pelabuhan Batuampar yang sangat kecil, sehingga kapal bertonase besar yang membawa ribuan kontainer tidak bisa sandar di Batuampar.

Kontainer-kontainer tersebut harus turun di Singapura dan kemudian dimuat dalam kapal-kapal kecil lalu berangkat ke Batam.

Setelah sampai di Batam, kontainer yang berisi bahan baku atau barang setengah jadi itu diolah. Setelah selesai, harus dimuat lagi dalam kapal-kapal kecil ke Singapura untuk kemudian dibawa ke Eropa dengan kapal-kapal besar.

“Makanya kita harus perbaiki Batuampar supaya kapal dari Hongkong dan berbagai negara bisa singgah ke sini tanpa perlu ke Singapura lagi. Apapun hambatannya harus diperbaiki, karena itu urat nadi ekonomi Kota Batam,” ungkapnya.

Jika Pelabuhan Batuampar selesai dibenahi maka biaya logistik akan lebih murah. Imbasnya adalah perekonomian Batam akan bangkit kembali.

“Pelabuhan kita hanya dapat menampung 100 kontainer, memang sangat jauh jika dibandingkan dengan kapasitas Pelabuhan Tanjungpriok yang bisa menampung 8.500 kontainer. Di Singapura satu kapal bisa angkut 30 ribu TEUs dan kapasitas pelabuhannya sampai 30 juta TEUs per tahun,” sebutnya.

Ia menambahkan, dalam setahun, kapal-kapal dari Hongkong membawa muatan kontainer sebesar 234 TEUs. Namun ketika singgah di Singapura bertambah menjadi 1.695 TEUs. Setelah itu, muatan sebesar 1.695 TEUs tersebut berangkat ke Eropa.

“Bayangkan kalau Batam jadi transhipment seperti Singapura dan Malaysia, ekonomi kita sangat terbantu,” katanya. Untuk itu, ia juga sepakat pelabuhan Batam dikembalikan fungsinya sebagai transhipment.

Selain itu, industri ke depan juga diarahkan agar tidak sekadar tukang jahit. Tapi industri yang memiliki kapasitas besar dan berteknologi tinggi.



Segera Berlakukan FTA

Sementara itu, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri Tjaw Hoeing mengungkapkan selain biaya logistik Batam Singapura yang mahal, biaya pengiriman logistik dalam negeri juga mahal.

“Biaya pengiriman kedalam negeri cukup mahal karena kapal yang melayani pasar domestik juga terbatas,” jelasnya.

Ia mengambil contoh biaya pengiriman kontainer berukuran 40 feet dari Batam menuju Jakarta mencapai Rp 14 juta sekali kirim. Sehingga ia berharap pembangunan tol laut yang menjadi rencana Presiden Jokowi segera terealisasikan.

Mahalnya tarif kontainer dari Batam menuju Jakarta menjadi salah satu hambatan pengusaha kawasan industri dalam melakukan ekspor dalam negeri.

“Kapalnya hanya seminggu sekali baru jalan. Itupun barang industri gabung dengan barang konsumsi,” katanya lagi.

Penyebab mengapa hanya dalam seminggu hanya sekali kapal yang berangkat karena industri di Batam malas melakukan perdagangan dalam negeri akibat pemberlakuan bea masuk (BM) sebesar 10 persen dari kawasan perdagangan bebas Batam menuju wilayah pabean Indonesia.

“Rencana pembangunan tol laut di Sumatera harus direalisasikan. Sehingga Batam bisa menjadi salah satu tujuan kapal-kapal tersebut. Keuntungannya adalah bisa menekan biaya shipping saat pengiriman ke Pulau Jawa,” pungkasnya.

Solusi lainnya yang ditawarkan Tjaw adalah mendesak pemerintah memberlakukan kebijakan Free Trade Agreement (FTA) di dalam kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).

“Dengan FTA, maka keharusan membayar BM (bea masuk) akan dihilangkan sehingga akan menggairahkah ekspor dalam negeri,” ujarnya.

Ketika FTA berlaku, maka frekuensi keberangkatan kapal yang mengangku (yudes)
« PREV
NEXT »