SULAWESI UTARA
Sulut/block-7/#E4D932
Pengecekan itu guna memastikan ketersediaan dan keterjangkauan harga bahan pokok menjelang Hari Raya Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Kapolres mengatakan, "Pengecekan ini untuk memastikan tidak ada penimbunan, permainan harga, maupun gangguan distribusi bahan pokok," kata AKBP Wendi.
Berdasarkan hasil pengecekan itu, secara umum harga kebutuhan pokok relatif stabil dan stok masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Nataru. Meski demikian, Polres Sarolangun bersama Pemerintah Daerah akan terus melakukan langkah preventif dan kolaboratif, guna menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan di Kabupaten Sarolangun.
Untuk komoditas beras, harga masih berada dalam kisaran wajar, yakni beras premium sekitar Rp. 15.500,- per kilogram, beras medium Rp. 14.500,- hingga Rp. 13.500,- per kilogram, dengan ketersediaan stok dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Sementara itu, untuk minyak goreng, ditemukan adanya kendala distribusi pada jenis Minyakita. Harga Minyakita di lapangan tercatat berada di kisaran Rp. 18.000,- per kilogram, naik sekitar Rp. 3.000,- dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp. 15.000,-. Kenaikan tersebut disebabkan keterlambatan pasokan dari distributor. Adapun minyak goreng kemasan premium dijual sekitar Rp. 20.000,- dan minyak curah di kisaran Rp. 17.000,- dengan stok relatif terbatas namun masih tersedia.
Untuk komoditas bahan pokok lainnya seperti gula pasir, harga terpantau stabil di kisaran Rp. 17.000,- hingga Rp. 18.000,- per kilogram, dan ketersediaannya dinilai aman. Secara umum, tidak ditemukan lonjakan harga signifikan maupun indikasi kelangkaan pada sebagian besar bahan pokok.
AKBP Wendi menegaskan, "Kehadiran Polres Sarolangun dalam kegiatan sidak itu merupakan bentuk pengawasan sekaligus langkah preventif untuk menjaga stabilitas kamtibmas menjelang hari besar keagamaan dan kami akan terus melakukan pengawasan agar tidak terjadi penimbunan maupun permainan harga yang dapat merugikan masyarakat," tegas AKBP Wendi.
Dia menambahkan, Polres Sarolangun akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, Bulog, serta instansi terkait guna memastikan distribusi bahan pokok berjalan lancar, sehingga masyarakat dapat menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru dengan aman, nyaman, dan kondusif.
Kegiatan sidak ini menjadi bagian dari komitmen Polres Sarolangun dalam mendukung kebijakan pemerintah daerah menjaga stabilitas ekonomi sekaligus keamanan wilayah menjelang momentum Nataru.
Djarnawi Kusuma
Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh unsur Forkopimda Kabupaten Sarolangun, di antaranya Ketua Pengadilan Negeri Sarolangun Novarina Manurung, S.H., Dandim 0420/Sarko Letkol Inf Yakhya Wisnu Arianto, Dansub Denpom Sarolangun, Kasat Pol PP Drs. Idrus, serta perwakilan dari berbagai instansi dan organisasi kemasyarakatan setempat.
Dalam amanatnya yang dibacakan oleh Kapolres Sarolangun, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa apel ini bertujuan untuk memastikan kesiapan seluruh personel yang akan terlibat dalam Operasi Lilin 2025. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan perayaan Nataru dapat berjalan dengan optimal dan memberikan rasa aman serta nyaman kepada masyarakat.
Kapolri menyampaikan bahwa berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, potensi pergerakan masyarakat pada Nataru 2025 diprediksi mencapai 119,5 juta orang. Angka ini meningkat 7,97% atau setara dengan 8,83 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan mobilitas ini beriringan dengan kondisi cuaca ekstrem. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan adanya tiga sistem siklonik di sekitar wilayah Indonesia yang berpotensi memicu hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi, di mana puncak musim hujan diperkirakan berlangsung hingga Februari 2026.
“Situasi ini menuntut kesiapsiagaan yang lebih tinggi. Pelayanan Nataru tahun ini harus dilaksanakan secara ekstra, mulai dari aspek pengamanan, pelayanan, hingga respons cepat terhadap berbagai permasalahan di lapangan,” jelas Kapolri melalui amanatnya.
Rincian Pelaksanaan Operasi Lilin 2025 di Sarolangun
Operasi Lilin 2025 akan berlangsung secara nasional selama 14 hari, mulai tanggal 20 Desember 2025 hingga 2 Januari 2026. Di tingkat Kabupaten Sarolangun, operasi ini akan melibatkan 170 personel gabungan dari berbagai elemen. Mereka akan bertugas untuk mengamankan dan melayani sejumlah titik vital, termasuk:
· 43 gereja
· Pusat perbelanjaan
· 6 komplek perkantoran dan objek vital
· 2 terminal
· 7 lokasi wisata
· 3 pasar
· 2 jalur mudik dan balik
Guna mendukung tugas tersebut, telah disiapkan 3 Pos Pengamanan (Pospam) dan 1 Pos Pelayanan di wilayah Kabupaten Sarolangun. Penyiapan pos-pos ini merupakan bagian dari upaya Polri bersama stakeholder terkait yang telah melakukan pemetaan terhadap permasalahan yang berpotensi mengganggu Kamtibmas dan kelancaran perayaan Nataru.
Usai memimpin apel, Kapolres Sarolangun AKBP Wendi Oktariansyah mengajak Bupati H. Hurmin beserta pejabat lainnya untuk meninjau Command Center Polda Jambi untuk Operasi Lilin 2025. Apel ini turut diikuti oleh Kabag Ops serta pejabat utama Polda Jambi lainnya.
Aktivis Bone Bolango, Yanto Ali, menilai penundaan tersebut bukan sekadar persoalan teknis, melainkan berpotensi mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan.
“Jika proses seleksi ini dijalankan sesuai aturan, seharusnya tidak ada alasan untuk menunda pengumuman. Penundaan tanpa penjelasan resmi justru membuka ruang spekulasi publik dan memperkuat dugaan adanya intervensi kepentingan,” tegas Yanto.
Menurutnya, seleksi terbuka jabatan eselon II merupakan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menegaskan bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi harus berlandaskan sistem merit, bebas dari kepentingan politik dan praktik non-prosedural.
Lebih lanjut, Yanto menekankan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 juncto PP Nomor 17 Tahun 2020 secara tegas mengatur tahapan serta tenggat waktu seleksi JPT. Ketika hasil seleksi ditahan tanpa kejelasan, maka patut dipertanyakan komitmen Pansel dalam menjalankan regulasi tersebut.
“Kita berbicara jabatan strategis yang menentukan arah kebijakan daerah. Ketika hasil seleksi ditunda berlarut-larut, publik wajar menduga adanya skenario tertentu. Jangan sampai Selter ini hanya formalitas untuk melegitimasi keputusan yang sudah disiapkan,” lanjutnya.
Ia juga mengatakan sudah sepatutnya pelantikan ditunda, dikarenakan belum ada kejelasan terkait hasil seleksi. Tahapan dan regulasi sudah jelas. Apakah pansel memahami regulasi ataukah mencoba untuk memanipulasikan data? Publik juga tau kualitas orang-orang yang mengikuti seleksi tersebut. Tidak perlu ditutup-tutupi, harus transparan. Ini nantinya akan mengarah ke kolusi?
“Saya memberikan ultimatum kepada Ketua Panitia Pansel Rauf Hatu. Saya akan terus mengawal. Jika Pansel tidak segera memberikan klarifikasi terbuka, maka ini bukan lagi sekadar penundaan administratif, melainkan alarm rusaknya sistem dan tidak berkualitasnya seleksi rekrutmen pejabat di Bone Bolango. Dan saya pastikan kami akan melakukan aksi dan melaporkan hal ini ke MENPANRB RI sebagai catatan buruk pemerintahan Bone Bolango,” tutup Yanto.
(JO)
Penilaian keras tersebut disampaikan oleh Kevin Lapendos, aktivis Gorontalo yang juga bertindak sebagai koordinator aksi pengawalan kasus dugaan malpraktik operasi Enhanced Recovery After Cesarean Surgery (ERACS) yang dialami seorang pasien. Menurut Kevin, sejak awal RDP sudah kehilangan substansi karena tidak diarahkan pada penentuan tanggung jawab hukum dan etik, melainkan hanya berkutat pada klarifikasi sepihak dan bahasa normatif.
“RDP ini bukan solusi, tapi sandiwara. Tidak ada keputusan, tidak ada sanksi, tidak ada perlindungan bagi korban. Negara hadir, tapi tanpa keberpihakan,” tegas Kevin.
Dalih “Miskomunikasi” Dinilai Upaya Cuci Tangan Institusional
Dalam forum RDP, pihak RS Multazam secara terbuka mengakui adanya kelalaian dengan alasan miskomunikasi antarpetugas. Namun bagi Kevin, pengakuan tersebut justru memperjelas kedalaman persoalan dan tidak bisa diterima sebagai penjelasan tunggal.
“Miskomunikasi adalah alasan klasik yang selalu dipakai rumah sakit ketika terjadi pelanggaran serius. Alasan ini bukan jawaban, melainkan bentuk cuci tangan institusional untuk menutupi kegagalan sistem pengawasan,” katanya.
Kevin menegaskan bahwa insiden perubahan tindakan medis dari operasi ERACS menjadi operasi caesar konvensional tanpa persetujuan pasien bukan kesalahan teknis biasa. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran langsung terhadap prinsip informed consent, hak asasi pasien, serta standar etik kedokteran.
“Tidak mungkin perubahan tindakan medis sebesar itu terjadi tanpa ada kegagalan pengawasan berlapis. Ini bukan kelalaian satu orang, tapi kegagalan sistemik yang dibiarkan,” tambahnya.
Pelanggaran Berat, Namun Tak Ada Keberanian Bertindak
Dalam RDP tersebut, bagian hukum secara eksplisit menyampaikan bahwa apabila benar terjadi perubahan tindakan medis tanpa persetujuan pasien, maka hal tersebut tergolong sebagai pelanggaran berat yang dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Pernyataan ini seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh pihak.
Namun Kevin menilai pernyataan itu hanya berhenti sebagai wacana tanpa konsekuensi.
“Semua sepakat ini pelanggaran berat. Tapi pertanyaannya, siapa yang bertindak? Tidak ada satu pun institusi yang berani mengambil langkah tegas. Ini menandakan adanya pembiaran, bahkan dugaan perlindungan terhadap rumah sakit,” ujarnya.
Menurut Kevin, sikap saling lempar tanggung jawab antara rumah sakit, dinas kesehatan, organisasi profesi, dan pemerintah daerah memperlihatkan lemahnya sistem akuntabilitas pelayanan kesehatan di Kota Gorontalo.
Negara Dinilai Absen dan Kehilangan Fungsi Pengawasan
Lebih jauh, Kevin menyebut bahwa kegagalan RDP mencerminkan absennya negara dalam menjalankan fungsi perlindungan terhadap warga negara. DPRD yang seharusnya menjadi wakil rakyat dinilai tidak menunjukkan keberanian politik untuk menekan institusi yang diduga lalai.
“Ketika DPRD hanya menjadi moderator diskusi tanpa sikap tegas, maka fungsi pengawasan mati. Negara berubah menjadi penonton, sementara korban dibiarkan berjuang sendiri,” katanya.
Ia menilai kondisi ini sangat berbahaya karena menciptakan preseden buruk bagi dunia kesehatan, di mana pelanggaran serius bisa diselesaikan dengan permintaan maaf dan istilah ‘miskomunikasi’.
Aksi Jilid 2: Perlawanan Tidak Akan Berhenti di RDP
Kevin menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan kasus ini dikubur melalui mekanisme formal yang hampa. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menggelar aksi jilid 2 sebagai bentuk perlawanan terhadap pembungkaman kebenaran.
“Kami pastikan ini tidak berhenti di meja RDP. Kami akan kembali turun ke jalan untuk memastikan kasus ini tetap hidup di ruang publik,” tegasnya.
Dalam aksi lanjutan tersebut, Kevin menyatakan pihaknya akan mendatangi IDI, MKEK, serta Ombudsman Republik Indonesia dan beberapa instansi terkait guna menuntut pemeriksaan etik, profesional, dan administratif secara menyeluruh.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang bersembunyi di balik jabatan dan institusi. Semua harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Peringatan Keras: Keselamatan Pasien Terancam
Kevin menutup pernyataannya dengan peringatan keras kepada seluruh pemangku kebijakan. Menurutnya, jika kasus dugaan malpraktik ini benar dan tidak ada tindakan tegas secepatnya, maka keselamatan pasien di Kota Gorontalo berada dalam ancaman serius.
“Hari ini satu korban, besok bisa siapa saja. Jika negara terus diam, maka pelanggaran akan terus berulang. Kami akan terus mengawal sampai ada keadilan nyata, bukan janji dan formalitas,” pungkasnya.
Kasus dugaan malpraktik RS Multazam kini bukan lagi persoalan individu, melainkan menjadi ujian serius bagi integritas sistem pelayanan kesehatan dan keberanian negara dalam melindungi hak dasar warganya.
(JO)
Suaraindonesia1.Com. BANGKO – Pemerintah Kabupaten Merangin menggelar upacara peringatan Hari Bela Negara ke-77 tahun 2025 dengan khidmat di halaman Kantor Dinas Kominfo Kabupaten Merangin, Jumat (19/12).
Dalam momen tersebut, Wakil Bupati Merangin, A. Khafidh mewakili Bupati M. Syukur menyerahkan penghargaan kepada 18 tokoh dan instansi yang berkontribusi dalam Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).
Upacara ini mengusung tema "Teguhkan Bela Negara untuk Indonesia Maju". Kegiatan tersebut diikuti oleh jajaran TNI, Polri, serta Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemkab Merangin. Turut hadir mendampingi Wabup, jajaran Forkopimda dan para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Wabup membacakan amanat tertulis Presiden Republik Indonesia.
Dalam amanatnya, Presiden menekankan bahwa Hari Bela Negara merupakan momentum untuk mengenang sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) tahun 1948 di Bukittinggi.
"Tema 'Teguhkan Bela Negara untuk Indonesia Maju' mengingatkan kita bahwa kemajuan bangsa hanya dapat dicapai melalui kesiapsiagaan, disiplin, dan ketangguhan kolektif. Tantangan saat ini tidak lagi konvensional, melainkan berupa perang siber, disrupsi teknologi, hingga ancaman bencana alam," ujar Wabup saat membacakan amanat.
Presiden juga memberikan perhatian khusus bagi wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang saat ini tengah diuji bencana alam. Ketiga wilayah tersebut disebut sebagai pilar sejarah bela negara yang menjadi pondasi persatuan bangsa.
Sejalan dengan semangat bela negara dalam bentuk tindakan nyata, Pemkab Merangin memberikan penghargaan kepada 18 penerima penghargaan "Genting".
Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi mereka dalam menekan angka stunting di Kabupaten Merangin.
Penerima penghargaan tersebut mencakup berbagai lini, mulai dari instansi pemerintah seperti Dinas Pengendalian Penduduk dan KB (DPPKB) serta Baznas, pihak swasta yakni PT Sari Aditya Loka (SAL), hingga para Kepala Desa yang aktif dalam gerakan orang tua asuh.
Berikut daftar 18 Penerima Penghargaan Apresiasi GENTING:
1. DPPKB Merangin (drg. H. Sony Propesma, MPH),
2. BAZNAS Kabupaten Merangin,
3. PT Sari Aditya Loka (SAL),
4. Pahala Junior Pasaribu,
5. Ir. Fajarman, M.Sc,
6. Suyanto (Kades Tanah Abang),
7. Ismail (Kades Sungai Udang),
8. Sofwan (Kades Karang Anyar),
9. Amrun (Kades Lubuk Bumbun),
10. Tulus (Kades Tanjung Rejo),
11. Priyanto (Kades Sumber Agung),
12. Muhazir (Kades Sidorukun),
13. Puskesmas Muara Delang,
14. Zahendra (TU Puskesmas Muara Delang),
15. PKK Desa Bungo Antoi,
16. PKK Desa Muara Delang,
17. Ades (Seringat Kec. Sungai Manau),
18. Supardi (Kades Sukerejo).
(Bg nasri)
Jakarta- Suaraindonesia1, Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyelenggarakan workshop bertajuk “Threat-To-Action (T2A): Kolaborasi Penanganan Insiden Siber Tahun 2025” yang digelar di Kantor APTIKNAS, Jakarta Barat, kamis, 18 Desember 2025.
Kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya bersama memperkuat kesiapsiagaan dan ketahanan siber nasional, khususnya di sektor industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Workshop ini diikuti oleh 25 (dua puluh lima) peserta yang berasal dari perusahaan-perusahaan anggota APTIKNAS, dengan latar belakang manajerial dan teknis di bidang teknologi informasi, keamanan siber, sistem integrasi, serta layanan digital. Kegiatan ini dirancang sebagai forum strategis untuk meningkatkan pemahaman dan kapabilitas pelaku industri dalam menangani insiden siber secara terstruktur, terkoordinasi, dan sesuai standar nasional.
Ketua Umum APTIKNAS yang juga Ketua Umum APKOMINDO serta Sekretaris Jenderal PERATIN, Ir. Soegiharto Santoso, SH. (Hoky), dalam kata sambutannya menegaskan bahwa dinamika ancaman siber saat ini berkembang sangat cepat dan semakin kompleks. Serangan siber tidak lagi bersifat sporadis, melainkan terorganisir, berkelanjutan, dan menyasar sektor-sektor strategis, termasuk dunia usaha dan industri TIK.
“Dalam kondisi seperti ini, tidak ada satu pihak pun yang bisa berdiri sendiri. Kolaborasi antara pemerintah dan industri adalah kunci utama dalam membangun ketahanan siber nasional. Workshop Threat-To-Action ini bukan sekadar forum diskusi, tetapi langkah konkret untuk mentransformasikan ancaman menjadi aksi yang terkoordinasi dan efektif,” ujar Hoky.
Ia juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada BSSN atas komitmen dan dukungan nyata dalam pembinaan keamanan siber di sektor industri. Menurutnya, kehadiran langsung para narasumber dari BSSN menjadi bukti bahwa negara hadir mendampingi dunia usaha dalam menghadapi risiko siber yang terus meningkat.
Workshop ini menghadirkan Farosa, S.T., Pembina Tk. I, Sandiman Ahli Madya pada Direktorat Keamanan Siber dan Sandi TIK, Media, dan Transportasi, BSSN, sebagai narasumber utama. Selain Farosa dari BSSN hadir pula Azis Kurniawan, S.ST., M.T., Penata Tk. I, Sandiman Ahli Muda, Ayu Ningtyas Nurfuadah, S.Tr.Kom., Penata Muda, Sandiman Ahli Pertama, Mohammad Faishal S.Tr.Kom, Penata Muda, Sandiman Ahli Pertama, mereka semua berbagi ilmu dan wawasan tentang keamanan siber di Indonesia, termasuk kerangka kerja Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS), mekanisme koordinasi nasional, registrasi TTIS, pengenalan ISAC (Information Sharing and Analysis Center), serta simulasi teknis seperti penggunaan email PGP (Pretty Good Privacy).
Dalam sambutannya, Farosa menekankan pentingnya peran aktif pelaku industri dalam membangun dan mengelola TTIS di lingkungan masing-masing. Ia menyampaikan bahwa ketahanan siber nasional hanya dapat terwujud apabila terdapat koordinasi yang kuat, alur komunikasi yang jelas, serta kesadaran kolektif untuk berbagi informasi dan melaporkan insiden secara tepat waktu.
Lebih lanjut, Hoky menjelaskan bahwa penyelenggaraan Threat-To-Action (T2A) Tahun 2025 merupakan kelanjutan dari rangkaian kegiatan National Cybersecurity Conference (NCC) yang selama ini telah berkembang dan dikenal sebagai salah satu agenda kegiatan Pameran dibidang keamanan siber terbesar di Indonesia sejak tahun 2022 yang didukung oleh BSSN RI.
Rangkaian kolaborasi tersebut diawali dengan kunjungan jajaran pengurus APTIKNAS ke Kantor Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Republik Indonesia, sebagai langkah awal membangun komunikasi, menyamakan persepsi, serta memperkuat sinergi strategis antara asosiasi industri TIK dan otoritas keamanan siber nasional.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, kolaborasi semakin diperkuat melalui kunjungan balasan oleh Drs. Slamet Aji Pamungkas, M.Eng., selaku Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian BSSN RI, ke Kantor APTIKNAS bersama jajaran BSSN. Kunjungan timbal balik ini menjadi bentuk nyata penguatan hubungan kelembagaan, sekaligus menegaskan komitmen bersama antara BSSN dan APTIKNAS untuk membangun kerja sama yang berkelanjutan dalam penguatan kapasitas keamanan siber nasional, khususnya di sektor industri dan dunia usaha.
Hoky menambahkan bahwa melalui workshop ini diharapkan terbangun jejaring komunikasi yang lebih kuat antara BSSN dan pelaku industri, meningkatnya kualitas serta kuantitas TTIS di lingkungan perusahaan anggota APTIKNAS, serta terciptanya ekosistem keamanan siber nasional yang lebih tangguh, responsif, dan berbasis gotong royong.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh jajaran pengurus APTIKNAS, antara lain Sekretaris Jenderal Fanky Christian, Ketua Komtap Cyber Security Solusi Yuliasiane Sulistiyawati, Ketua Komtap Cyber Security Audit & PDP Didi (A. P.) Nurcahya, Ketua Komtap Kaderisasi Sonny Soehardjianto, serta Ketua Komtap Kampanye Produk Tingkat Pedesaan Dadang Setiawan. Workshop dipandu oleh Amanda Putri Santoso selaku Master of Ceremony.
Sebagai bentuk dukungan industri, kegiatan ini juga mendapat dukungan dari sejumlah perusahaan anggota APTIKNAS, yaitu PT Global Intikarya Sejahtera (GiS), PT VNCool Teknologi Indonesia, PT Kayreach System, dan PT 521 Teknologi Indonesia.
Menutup rangkaian kegiatan, Hoky menyampaikan harapannya agar workshop ini menjadi awal dari sinergi yang lebih erat dan berkelanjutan antara APTIKNAS dan BSSN dalam menjaga ruang siber Indonesia agar tetap aman, andal, dan berdaya saing.
Red.
Mitra, - Suaraindo esia1, PT Hakian Wellem Rumansi (PT HWR) yang selama ini ramai diperbincangkan dikalangan masyarakat, ahirnya mendapat tindakan tegas dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut). Dimana telah meningkatkan penanganan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tambang emas dengan melakukan penggeledahan dan penyitaan di sejumlah lokasi strategis. Kamis (18/12/25).
Dari informasi yang diperoleh media ini, penggeledahan sebagai bagian dari proses penyidikan. Dua lokasi menjadi sasaran, yaitu kantor dan areal tambang PT HWR di Desa Ratatotok Selatan, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, serta Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Utara di Kota Manado.
Dari hasil penggeledahan, Tim Penyidik Kejati Sulut mengamankan sejumlah barang yang diduga memiliki keterkaitan erat dengan perkara. Barang bukti yang disita meliputi dokumen pengelolaan tambang, perangkat elektronik, serta alat berat dalam jumlah signifikan, di antaranya delapan unit excavator, dua unit loader, dan dua unit Articulated Dump Truck. Selain itu, penyidik juga menyita data penggunaan sianida, bahan kimia berbahaya yang menjadi salah satu elemen krusial dalam pengelolaan tambang emas.
Lembaga Swadaya Masyarakat Garda Timur Indonesia (LSM GTI), Fikri Fikri Alkatiri, memberi apresiasi terkait hal tersebut.
"Saya sangat mengapresiasi pihak kejati dan satgas, Tangkap owner PT. HWR dan periksa kepala ESDM Sulut Diduga ada kongkalikong sehingga kerugian negara sampai Trilyunan rupiah," tegas sosok yang selalu lantang menyuarakan aspirasi masyarakat.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, pihak kejati dan satgas yang saat ini sudah menyegel dan memeriksa kantor PT. HWR dan juga ESDM Sulut.
"Saya juga mendesak jangan hanya sampai disitu tangkap juga kepala ESDM Sulut dan juga Owner PT HWR karena di duga ada kongkalikong terkait izin dan lain-lain sehingga terjadi pembiaran dan adanya dugaan Merugikan negara hingga Trilyunan rupiah. Selama ini kita tau bersama IUP sudah kadaluwarsa dan RKAB yang di tolak oleh kementerian sejak 2023 tapi masih berjalan terus ini sudah melanggar aturan. Kami juga mendesak Polda Sulut periksa juga yang membackup di balik skenario yang sampai detik di gadang-gadang ada aktor utama sehingga PT. HWR terus beroprasi dan melanggar aturan," jelas Fikri
Dengan adanya tindakan ini, masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat mengungkap dan menyelesaikan masalah ini, dengan cepat serta terang benderang. Karena kuat dugaan adanya penyimpangan dalam perusahaan tersebut dan sangat merugikan negara dan warga, khusus warga desa Ratatotok.
Langkah penyidik menyasar langsung instansi teknis pemerintah dinilai sebagai sinyal bahwa penyidikan tidak hanya berfokus pada aktivitas korporasi, tetapi juga menelusuri aspek tata kelola dan perizinan pertambangan.
KEPULAUAN YAPEN-Suaraindonesia1.com. Menyambut perayaan Natal, Kepala Sekolah SD Negeri Asai Distrik Windesi, Kabupaten Kepulauan Yapen, Rusmin T. Abidondifu, S.Pd, menunjukkan kepedulian dan apresiasinya kepada para pendidik dengan membagikan bingkisan Natal kepada guru-guru di sekolah tersebut.
Rusmin mengatakan, kegiatan berbagi ini merupakan bentuk penghargaan atas jasa dan dedikasi para guru yang dengan setia mengabdi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Menurutnya, peran guru di daerah terpencil sangat besar dalam mencerdaskan generasi muda Papua, meski harus menghadapi berbagai keterbatasan.
“Bingkisan ini mungkin sederhana, tetapi kami berharap dapat menjadi penyemangat baru bagi para guru serta membawa sukacita di bulan Desember yang penuh makna ini,” ujar Rusmin.
Selain kepada guru, pihak sekolah juga membagikan bingkisan kepada para siswa. Bingkisan tersebut berupa makanan ringan serta alat tulis seperti buku dan pensil. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk perhatian sekolah terhadap siswa sekaligus untuk meningkatkan motivasi belajar mereka.
Lebih lanjut, Rusmin menambahkan bahwa kegiatan berbagi ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan mempererat hubungan antara guru dan siswa, sehingga tercipta lingkungan sekolah yang hangat dan penuh kekeluargaan.
Kegiatan Natal di SD Negeri Asai Distrik Windesi ini pun mendapat sambutan positif dari para guru dan siswa, yang merasa diperhatikan dan dikuatkan dalam menjalani proses belajar-mengajar. (Niko)
Tapi di lapangan, muncul pelajaran penting: banyak ahli dan kelompok lingkungan menilai kerusakan daerah aliran sungai akibat deforestasi dan ekstraksi sumber daya memperparah dampak banjir. Dalam sejumlah wilayah, konversi hutan menjadi Perkebunan termasuk sawit dan tanaman industri lain ikut disebut sebagai bagian dari perubahan lanskap itu.
Kenapa membahas Sumatra saat bicara Papua? Karena kalau Papua ingin mengambil manfaat ekonomi dan energi dari sawit, maka “cara Sumatra” yakni ekspansi tanpa pagar ekologis tidak boleh terulang. Yang kita butuhkan adalah sawit yang terkendali, legal, dan berkelanjutan.
Dalam pengarahan presiden kepada kepala daerah se-Papua di Istana Negara pada 16 Desember 2025, Presiden Prabowo menyampaikan dorongan agar Papua menanam kelapa sawit untuk menghasilkan BBM, serta tebu dan singkong untuk etanol. Ia juga menekankan kombinasi energi surya dan tenaga air khususnya untuk daerah terpencil agar biaya kirim BBM bisa ditekan.
Argumennya sederhana: kalau energi bisa diproduksi lebih dekat ke titik konsumsi, biaya logistik turun, ketahanan energi naik, dan aktivitas ekonomi daerah bisa bergerak lebih stabil. Dalam forum itu, Prabowo menyinggung beban impor BBM yang besar dan potensi penghematan bila produksi dalam negeri meningkat.
Dan di sinilah Pasal 33 UUD 1945 jadi kompas. Pasal ini menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama, cabang produksi yang penting bagi negara dikuasai negara, dan bumi, air, serta kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Artinya, kalau sawit dikembangkan di Papua, orientasinya harus jelas: kemakmuran rakyat Papua, bukan sekadar angka produksi. Dan cara mencapainya harus sejalan dengan semangat demokrasi ekonomi termasuk keberlanjutan dan wawasan lingkungan.
Bagi Papua, peluang tambahannya ada di hilirisasi: dari kebun, pabrik, sampai rantai pasok lokal asal manfaatnya benar-benar kembali ke warga.
Namun, kita juga harus jujur: sawit bukan komoditas netral. Riset dan laporan lapangan menunjukkan bahwa pembukaan lahan sawit terutama bila menggantikan hutan atau merusak tata air dapat meningkatkan limpasan, memperburuk kualitas air, dan menaikkan risiko banjir di wilayah hilir.
Dan itulah mengapa pelajaran Sumatra penting: bencana dipicu hujan ekstrem, tetapi skala dampaknya bisa membesar ketika lanskap sudah rapuh.
Kalau sawit dikembangkan di Papua, dukungan kami tegas asal lima pagar ini dijalankan:
1. Tanpa deforestasi: prioritaskan lahan terdegradasi, bukan hutan alam. berarti pembukaan kebun harus diarahkan ke lahan terdegradasi atau lahan yang sudah terbuka dan secara legal memang boleh dimanfaatkan, bukan mengubah hutan alam (primer maupun sekunder yang masih berfungsi). Ini menuntut pemetaan tutupan lahan sejak awal, pembuktian bahwa lokasi bukan hutan bernilai konservasi/karbon tinggi, serta komitmen “no conversion” yang bisa dipantau lewat data satelit dan audit lapangan. Intinya, sawit boleh jadi solusi ekonomi-energi, tetapi tidak boleh dibayar dengan hilangnya hutan Papua.
2. Lindungi DAS: sempadan sungai, area rawan longsor, dan koridor satwa wajib steril dari ekspansi. berarti desain kebun harus tunduk pada logika tata air: sempadan sungai wajib jadi zona hijau permanen, area rawan longsor tidak dibuka, serta pembangunan jalan dan drainase tidak boleh merusak kontur dan mengirim sedimen ke sungai. Perlindungan ini juga mencakup koridor satwa agar habitat tidak terfragmentasi dan konflik manusia-satwa tidak meningkat. Dengan pendekatan ini, kebun tidak hanya mengejar produksi, tetapi menjaga fungsi lanskap yang menentukan keselamatan warga di hilir banjir, erosi, dan kualitas air.
3. Persetujuan masyarakat adat (FPIC): bukan formalitas, tapi proses yang bisa diuji publik. harus dipahami sebagai proses yang sungguh-sungguh: masyarakat menerima informasi lengkap, diberi waktu bermusyawarah tanpa tekanan, dan memiliki hak untuk menyetujui, menolak, atau menyetujui dengan syarat yang dinegosiasikan. FPIC yang benar mensyaratkan pemetaan wilayah adat dan struktur keputusan komunitas, transparansi rencana (luas, dampak, manfaat, risiko), serta dokumentasi yang bisa diuji public bukan sekadar tanda tangan. Mekanisme pengaduan juga harus ada dan berfungsi, sehingga jika muncul masalah, warga punya jalur penyelesaian yang jelas.
4. Standar & audit: patuhi ISPO dan pengawasan independen; transparansi peta izin dan kepemilikan. berarti kepatuhan ISPO dan legalitas tidak berhenti di dokumen, tetapi diterapkan dan diperiksa secara berkala oleh pengawasan yang kredibel. Transparansi peta izin, batas konsesi, dan kepemilikan penting agar publik bisa memverifikasi dan mencegah area “abu-abu”. Selain itu, ketertelusuran rantai pasok perlu dijaga supaya buah dari sumber bermasalah tidak bercampur dan lolos. Poin ini juga harus punya konsekuensi: jika melanggar pagar ekologis atau sosial, ada sanksi tegas penghentian operasi, pemulihan, hingga pencabutan izin bila perlu.
5. Manfaat nyata ke warga Papua: skema kebun rakyat/plasma yang jelas, upah layak, pelatihan, dan bagi hasil yang adil. menuntut model bisnis yang inklusif: skema kebun rakyat/plasma atau kemitraan harus jelas, adil, dan tidak menjerat utang atau biaya tersembunyi. Upah layak, keselamatan kerja, prioritas tenaga kerja lokal, dan pelatihan berjenjang harus menjadi standar agar orang Papua tidak berhenti pada pekerjaan kasar, tetapi bisa naik ke posisi teknis dan manajerial. Yang tak kalah penting, nilai tambah harus kembali ke daerah—melalui rantai pasok lokal, layanan pendukung, dan bila memungkinkan pengolahan—seraya memastikan proyek tidak mengorbankan sumber pangan dan mata pencaharian tradisional. Dengan begitu, sawit benar-benar menjadi alat kesejahteraan, bukan sekadar ekstraksi.
Jadi, posisi kami jelas: sawit di Papua bisa jadi alat kemandirian energi dan ekonomi kalau dikerjakan dengan tata kelola yang ketat. Sumatra mengingatkan kita: ketika alam “dipaksa” tanpa pagar, hujan ekstrem bisa berubah jadi tragedi. Papua berhak maju, tapi juga berhak tetap punya hutan yang utuh dan masyarakat adat yang dihormati.
Ditulis Oleh:
Julianda Arisha S.H. M.I.P.
Founder IDRC
Reporter: Jhul-Ohi
Ketua SEMMI Wilayah Provinsi Kepulauan Riau, La Dewasatria Perdana Shandy, menyampaikan bahwa dinamika pernyataan yang berkembang di ruang publik terkait statemen Anggota DPR RI Endipat Wijaya perlu dipahami secara utuh dan jernih, agar tidak mengaburkan fokus utama bangsa dalam menghadapi bencana.
“Bapak Endipat Wijaya, sebagai Anggota DPR RI, sejatinya sedang menjalankan fungsi pengawasan dengan mengkritisi kinerja Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), khususnya dalam hal penyampaian informasi penanganan bencana kepada publik. Kritik tersebut berangkat dari niat baik agar kerja-kerja negara dapat dikomunikasikan secara lebih utuh, jelas, dan tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat,” ujar La Dewasatria.
SEMMI Kepri menegaskan bahwa kritik tersebut bukan ditujukan untuk meniadakan peran relawan, masyarakat sipil, maupun solidaritas publik, melainkan untuk memastikan bahwa kehadiran negara dalam penanganan bencana dapat dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat luas.
“Negara sangat dituntut kehadirannya dalam situasi seperti ini, dan pada prinsipnya negara telah bekerja sejak hari pertama bencana terjadi. Namun kita juga harus memahami bahwa bencana di Sumatera memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, kompleks, dan menghadirkan tantangan besar dalam hal koordinasi, logistik, serta komunikasi publik,” lanjutnya.
Menurut SEMMI Kepri, apabila terdapat perbedaan pandangan di ruang publik, hal tersebut seharusnya tidak berkembang menjadi perdebatan yang menimbulkan amarah, kebencian, atau saling menyalahkan. Justru, kondisi bencana membutuhkan ketenangan, empati, dan kerja bersama.
“Dalam situasi darurat kemanusiaan, perdebatan sebaiknya kita sisihkan. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana seluruh elemen bangsa, negara, relawan, dan masyarakat bersatu dalam semangat gotong royong untuk memastikan keselamatan warga dan pemulihan kehidupan masyarakat terdampak,” tegas La Dewasatria.
SEMMI Kepri memandang bahwa kehadiran negara dan solidaritas masyarakat bukanlah dua hal yang saling berlawanan, melainkan kekuatan yang harus saling menguatkan. Kritik, pengawasan, dan solidaritas harus ditempatkan dalam satu tujuan yang sama, yaitu kemanusiaan.
“Di atas segala dinamika narasi, korban bencana adalah pusat perhatian kita bersama. Mari kita jaga ruang publik tetap sejuk, saling menghormati niat baik, dan mengarahkan seluruh energi bangsa untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang berjuang di tengah bencana,” tutup La Dewasatria.
Reporter: Jhul-Ohi
Kondisi ini menuai kecaman keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gorontalo, yang menilai mandeknya kasus ini mencerminkan kegagalan sistemik penegakan hukum dan pengawasan keuangan desa. “Sepuluh bulan tanpa kejelasan adalah alarm keras. Ini bukan lagi soal teknis penyelidikan, tapi soal keberanian negara menegakkan hukum terhadap kejahatan anggaran di desa,” tegas Ralki Bobihu, Menteri Politik dan Organisasi BEM Universitas Gorontalo.
Laporan warga mengungkap serangkaian proyek Dana Desa Motilango tahun 2016-2018 yang gagal fungsi, mangkrak, dan tidak memberi manfaat bagi masyarakat, di antaranya:
Total dugaan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah, namun tidak berbanding lurus dengan keseriusan aparat dan lembaga pengawas.
BEM Universitas Gorontalo menilai tanggung jawab tidak hanya berada pada Kejaksaan, tetapi juga pada seluruh instansi yang memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan, antara lain:
“Jika semua lembaga saling diam, maka publik berhak menyimpulkan ada pembiaran kolektif. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi kegagalan struktural,” ujar Ralki.
Mandeknya kasus ini dinilai bertentangan dengan:
BEM Universitas Gorontalo menegaskan, keadilan yang ditunda sama dengan keadilan yang dikhianati.
BEM Universitas Gorontalo menyatakan tidak akan berhenti pada pernyataan. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah hukum konkret, maka:
“Dana Desa adalah uang rakyat. Siapa pun yang menjarahnya, dan siapa pun yang membiarkannya, sama-sama harus dimintai pertanggungjawaban,” tutup Ralki Bobihu.
(JO)
suaraindonesia1 Adalah media online yang menyajikan informasi terkini serta terpercaya. Dibawah naungan badan hukum PT. SUARA KHARISMA BINTANG INDONESIA terdaftar legal di Kemenkumham dengan nomor: AHU-0117306.AH.01.11.TAHUN 2019
suaraindonesia1 berkantor pusat di PLAZA ALDEOS Jl. Warung Buncit Raya No. 39, Warung Jati Barat, RT 001/RW 09, Kalibata, Kec. Pancoran, Jakarta Selatan, Indonesia
Email : redaksi.skrinews@gmail.com
Telp/WA : 0822 250000 24
COPYRIGHT © SUARA INDONESIA 1